chlopyvrsie

“Gafa! Make up dulu sini,” panggil salah satu staff.

“Tinggal dulu ya bentar.” Nora mengangguk.

Perempuan dengan pakaian serba hitam dengan rambut terikat, sengaja ia mengikat rambutnya agar tidak ketahuan orang lain bahwa ia adalah Nora. Di dalam tenda backstage ternyata memang tidak seseru itu, kebanyakan orang-orang kesana kemari untuk mengerjakan kesibukan masing-masing. Nora lah yang memperhatikannya sejak pertama kali datang ke sini.

Ternyata Gafa adalah tipe yang bisa berbaur dengan banyak orang, terbukti ia sangat ramah dan kenal dekat oleh banyak staff di sini. Tak perlu heran sih sebenarnya Gafa pun orangnya sangat welcome dengan siapapun.

Ponsel Nora berdering menampilkan nama Elle di sana, segera ia mengangkatnya dan pergi ke tempat yang sepi.

“Halo?”

“Oh udah masuk?”

“Okey, tunggu sebentar nanti gue kabarin.”

Setelah sambungan terputus ia menaruh hp di dalam jaket levis hitamnya dan kembali ke tempat duduk tadi.

“Siapa?” tanya Gafa setelah selesai make up.

“Itu temen gue ngabarin udah masuk,” kata Nora seraya menunjuk ke depan.

“Mau ke tribun sekarang atau nunggu gue?”

“Lo tampil jam berapa?”

“Terakhir, jam 8.”

Netra Gafa mencari-cari kehadiran sang manajer untuk mengantarkan Nora ke tribun. “BANG!! Bang Aji!!” panggilnya berteriak.

Yang dipanggil menghampirinya dengan membawakan mic dan aerphone untuk Gafa.

“Kenapa? Udah mau ke tribun sekarang?” tanyanya menatap Gafa dan Nora bergantian.

“Masih sepi ‘kan?”

“Masih baru masuk yang tiket nitip aja.”

“Gimana Nor mau sekarang?” tanya Gafa menatap Nora yang sedang kebingungan.

Gafa merasa Nora sedang ketakutan pun membisikkan sesuatu, “Ayo, gue ikut anterin kok sampe depan.”

Nora menghela nafasnya berat lalu mengangguk.

“Okeey! Lets go.” ucap Aji membunyikan mulutnya.

Sekarang Nora memakai topi hitam serta masker hitam berjalan dibelakang Aji yang menuntunnya berjalan ke arah tribun tempat duduk bersama teman-temannya. Gafa hanya mengantarkannya sampai samping panggung lalu memberikan Nora kartu tanda pengenal untuk memudahkan akses Nora masuk ke dalam lagi. Kenapa Gafa memberikannya kepada Nora? Karena semua staff tidak tahu tentang hubungannya dengan Nora sekarang.

“Hati-hati ya? Jaga diri, nanti telpon Bang Aji aja kalo ada apa-apa soalnya gue nggak pegang hp.” kata Gafa memegang pundak Nora sebelum Nora pergi.

“Semangat!” seru Nora seraya mengepalkan satu tangan.

Gafa tersenyum lalu menepuk pundak Aji untuk segera membawa Nora ke dalam tribun sebelum ramai banyak penonton berdatangan. Gafa menatap kepergian Nora sampai ia duduk dengan aman untuk mengurangi rasa khawatir akan terluka tunangannya.

Sekarang Nora berdiri di depan pintu besar berwarna coklat milik kamar Gafa, menunggu pria itu berbicara.

“Nor?” panggilnya.

Hmm?

“Okey mungkin ini waktu yang tepat buat kasih tau lo sesuatu.” Gafa mengantungkan ucapannya untuk menghirup udara sejenak.

“Tentang perasaan gue ini biar jadi urusan gue sendiri. Lo nggak usah takut nanti kedepannya bakal gimana, semuanya akan aman tenang.” Nora menaikan alisnya saat mendengar Gafa.

“Lo tau Abel?” tanyanya dengan kekehan kecil. “Pasti tau lah ya, Abel bio twitter Nora nomor satu.”

Kok Gafa tau Abel?

Semakin dibuat penasaran Nora semakin mendekatkan telinganya sampai menempel pada pintu.

“Abel itu gue, Nora,” ucapnya spontan.

“HAHHH!???” Nora sedikit berteriak lalu membuka pintu kamar yang menunjukan Gafa dengan kaos hitam rambut menutupi matanya.

“Lo…. Lo Abel serius?” tanya Nora memastikan.

Gafa membuka layar ponselnya untuk menunjukkan akun twitter Abel kepada Nora. Setelah melihat itu Nora menutup mulutnya tidak percaya dengan penjelasan Gafa tadi.

“Berarti kalo Abel itu lo…? Berarti selama ini…”

“Selama ini apa?”

“Lo tau Sky nggak?”

“Sky?”

“Mutualan Abel.”

“OHHH! Tau, kenapa?”

“Itu gue…”

“Wt—“

“Udah deh gue duluan. Sampai ketemu besok,” pamit Nora menutup pintu kamar Gafa dengan keras.

SORRY!! NGGAK SENGAJA!”

Gafa tertawa lalu balik ke arah kamar geral. Namun saat ia berbalik badan ia dikagetkan dengan Aleyyah yang sedang berpura-pura menjadi hantu.

“Hadeh bocil! Bikin jantungan aja.”

“Hayo abis ngapain sama kak Nora?” ledek Aleyyah membuat Gafa tersenyum malu.

“CIEE CIEE!!” serunya

Gafa segera menutup mulut Aleyyah menggunakan tangan sebelahnya agar tidak membangunkan orang rumah. “Suttt, udah malem.”

Acara undangan hari ini turut ramai datang berbondong-bondong. Padahal dari kebelah pihak keluarga hanya mengundang yang kenal dekat saja, seperti rekan kerja, teman dekat, dan keluarga. Tapi seperkiraan mereka ini jauh lebih ramai dari undangan yang disebarkan.

Pembukaan acara akan segera dimulai di dalam aula hotel dengan nuansa hijau nature. Gadis dengan gaun putihnya duduk di meja bundar vvip dihampit oleh Gafa dan Hanniel, menunggu untuk Jake membuka acara.

“Selamat datang para tunangan yang turut hadir untuk meramaikan acara tunangan. Saya ucapkan terima kasih banyak,” ucap Jake selaku pembawa acara.

“Untuk Gafa dan Nora silakan naik ke atas untuk melaksanakan tukar cincin,” pintanya ramah dan bergeser sedikit untuk space kedua calon.

“Ayo.” Gafa mengulurkan tangan untuk membawanya ke atas sana. Namun, Nora menggigit bibirnya ragu.

It’s okay,” ucap Gafa untuk menenangkan Nora bahwa semuanya akan berjalan baik-baik saja.

Nora meraih uluran tangan Gafa dan mengikutinya dari belakang. Seluruh undangan berteriak serta bersiul saat keduanya sudah tiba di atas panggung.

Jake menyerahkan kontak cincin yang Gafa beli sesuai request Nora yaitu tidak terlalu bagus namun sederhana, karena percuma bagus keduanya tidak akan memakainya setelah acara ini selesai. Ralat, setelah acara keluarga Halingga selesai.

Gafa meraih kotak tersebut dan membukanya. Hatinya bergemuruh tidak karuan, tangannya sangat dingin seperti di kutub utara. Ia sangat grogi saat mengambil cincin Nora dan menatapnya, sungguh ia bertunangan dengan peri langit. Sangat cantik.

Pria di depannya meraih jemari kecil putih pucat dan memasangkannya cincin. Nora menatap Gafa saat ia memasangkannya dengan sangat hati-hati agar tidak lecet. Untungnya cincin itu sempurna masuk ke jemari manisnya.

Sekarang girilan Nora untuk memasangkannya cincin, Nora meraih cincin Gafa dari kotak yang ia pegang, tangannya berusaha keras untuk tidak bergetar tapi saat ia ingin memakaikannya ke tangan Gafa tangannya bergetar, Nora menundukan kepalanya. Rasa takut, cemas, grogi, menjadi satu.

Hey, look at me.” Gafa menaikan dagu Nora dengan sebelah tangannya, lalu menatap netra Nora berusaha menenangkannya lewat kontak mata.

Nora mengangguk, kemudian ia mencobanya lagi untuk memasangkan cincin gafa dan akhirnya lolos. Keduanya menampakkan cincin masing-masing ke para undangan yang membuatnya semakin ricuh tepuk tangan dan kata-kata selamat untuk kedua tunangan.

Jake yang berada tidak jauh dari mereka tersenyum bangga serta sedih karena Papa tidak bisa melihat putri satu-satunya bertukar cincin, karena masalah kesehatan yang menurun secara tiba-tiba sebelum acara ini dimulai. Jake mengulurkan mic untuk Gafa yang akan menyanyikan sebuah lagu untuk Nora.

“Ini mau ngapain?” tanya gadis itu kebingungan.

“Dengerin aja.” Gafa tersenyum dan memberikan kode untuk segera memulai musik untuk ia bernyanyi.

Pria dengan suite jas hitam dengan kantong yang berisi bunga mawar merah meraih genggaman jemari gadis disebelahnya dan mulai bernyanyi menatap Nora dalam-dalam.

Semoga dengan pertunangan ini gue bisa bahagia bareng lo, Nora.

Start countin' all the days Forever I will stay with you With you, one only you Go far and roam about Come back and callin' out to me To me, one only me

Gafa masih dengan menatap netra Nora yang tidak pernah lepas sejak musik dimulai. Ia hanya ingin Nora tahu tentang perasaan yang Gafa punya kepada gadis itu yang sebenarnya.

Nora yang mengikuti alur hanya bisa pasrah dan enjoy melakukannya bersama Gafa. Ia juga sesekali menatap para undangan untuk mengalihkan pandangannya ke Gafa.

Well, I'm luckiest To be the one, be the one To get you, to get you, to get you now Well, I'm happiest To found the one, found the one Found the one only kinda love

Gafa tersenyum menanpa kaki sebelahnya untuk berduduk sedikit untuk menyerahkan setangkai bunga mawar yang berada dikantong jas miliknya kepada Nora yang lagi-lagi para tamu undangan dibuat salah tingkah dengan cara Gafa treat Nora like a queen.

Nora terkekeh lalu menerima setangkai bunga tersebut dan meneteskan air matanya terharu. Entahlah ini perasaan haru dari mana, sungguh ia tidak pernah diperilakukan seperti ini oleh lelaki lain. Ini adalah pertama kalinya dan terakhir sepertinya?

Akhir dari lagu selesai Gafa sepontan memeluk Nora erat karena malu di lihat oleh banyak orang di sini. Nora yang mengerti tertawa lalu mengusap-usap punggung Gafa.

“Makasih, ya?” ucap Nora diselingkan dengan tawaan

“Gue yang berterima kasih seharusnya.”

Selamat hari pertunangan untuk Gafabel Halingga dan Seinora Clauvvie.

“Kabar kamu gimana hari ini?”

“Baik tapi nggak begitu baik juga.” Kenzo terkekeh.

Di sinilah mereka bertemu, dibangku yang sama saat Gafa duduk disebelahnya pada malam hari. Tapi figuran yang duduk disebelahnya kali ini bukan Gafa, melainkan Kenzo. Pertemuan kali ini adalah pertemuan yang sangat berat buat Nora, kenapa? Karena mereka harus mengupas salah satu cerita dari masa lalu yang membuat Nora enggan untuk jatuh cinta lagi.

“Kakak sendiri gimana? Baik?” tanyanya.

“Aku baik kok,” jawabnya dengan nada tidak bersemangat.

Gadis itu tersenyum terpaksa menatap langit-langit pagi hari sambil menghirup udara segar. “Maaf ya, Kak.”

“Bukan salah kamu. Ini semua juga salah aku.” Nora mengangguk sebagai jawabannya.

“Kamu inget nggak waktu kita main air di taman kampus belakang?”

“Ingetlah! Hahahaha.”

“Seru ya dulu.”

“Iya seru sebelum Kakak berubah,” kara Nora dengan sengaja.

“Maaf….”

It’s okay. Aku juga ngerti kok.”

Kenzo menghela nafasnya berat. Ia sebenarnya sangat tidak rela untuk membahas masa lalu yang sangat menyakitkan Nora, ia tidak tega.

“Kita udah nggak bisa ya, Nor?” Kenzo bertanya yang sudah tahu akan jawaban dari Nora. Sangat mustahil jika mereka bisa balik bersama.

“Kakak ‘kan tau sendiri gimana…. Aku hari ini tunangan, Kak.”

“Iya aku tau, maaf…”

Kenzo menatap leher jenjang Nora yang berada kalung cantik disana. Pasti itu hadiah dari Gafa, mana mungkin Nora masih memakai hadiah pemberiannya di masa lalu.

“Nora.” panggilnya.

Hm?

“Aku minta maaf kalau aku pernah buat kamu sakit hati. Aku minta maaf kalau aku di masa lalu brengsek seperti yang kamu bilang waktu itu. Maaf belum bisa kasih lebih di masa lalu, maaf jug——“

“Kak stop!” Nora sudah muak mendengar kata maaf yang dilontarkan oleh pria tersebut. Mendengar kata maaf membuat dirinya semakin mempunyai rasa bersalah kepada Kenzo karena harus membuatnya meminta maaf yang berulang kali.

“Aku udah denger ucapan maaf Kakak dari dulu. Dari pas Kakak kirim bucket bunga yang berisi surat permintaan maaf, sampe makanan yang berisi surat permintaan maaf Kakak.”

“Kak, aku tau dulu kita masih bisa buat bareng. Tapi sekarang udah nggak bisa Kak. Ini bukan tentang kesalahan Kak Kenzo aja, tapi salah aku karna menaruh perasaan lebih waktu itu.” Nora berbicara dengan nada bergetar mengeluarkan semua unek-unek yang ia tahan sejak lama.

Kenzo bergeming, ia bingung harus apa sekarang. Haruskah ia memeluk gadis itu atau membiarkannya untuk terus mengeluarkan segala unek-uneknya.

“Semuanya terlambat, Kak.”

“Aku beruntung bisa kenal deket sama kamu dulu, makasih ya?”

Mendungan air mata yang Nora tahan tidak bertahan lama. Ia menundukkan kepala yang menutupi wajahnya dengan rambut agar tidak terlihat sedang menangis. Sedangkan Kenzo menatap ke arah langit untuk menahan tetesan air mata kesedihannya.

Last hug?” tawar Kenzo.

Nora mengangguk dan memeluk Kenzo lebih dulu, Nora memeluk Kenzo erat seperti tidak mau ditinggal pergi olehnya. Menangis tersedu-sedu di dalam dada bidang pria tersebut. Kenzo memeluk Nora menggunakan satu tangannya, sedangkan tangan sebelahnya mengelus-elus rambut Nora untuk menenangkannya. Untung taman pagi hari ini tidak terlalu ramai, jadi keduanya bebas untuk mengeluarkan segala kesedihan di pagi hari ini.

“Makasih ya Kak pernah jadi orang yang aku banggain.”

“Aku juga berterima kasih atas segala kenangan indah kita berdua.”

“Jaga kesehatan ya? Jangan sampe sakit karena aku nggak mau obatin kamu, jaga pola makan yang bener jangan sampe kecapekan, okey?” Nora mengangguk masih di dalam pelukan Kenzo dan menangis sampai badannya bergetar.

Saat sudah merasa tangisan Nora mereda Kenzo melepaskan pelukan dan menghapus sisa air mata yang berada di pipi Nora.

“Aku pamit ya? Semoga lancar buat acara tunangan kamu. Maaf kayanya aku batal dateng karena ada sedikit masalah di rumah sakit. Bahagia terus ya, Adik kecil.” ucap Kenzo.

“Kak…” Nora masih belum menyangka kalau perpisahannya dengan Kakak tingkatnya dulu akan sepedih ini.

“Gapapa, kita masih bisa jadi temen.”

“Hati-hati dijalan ya, Kak.”

Kenzo mengangguk seraya bangkit dari bangku tersebut pergi meninggalkan adik kecil yang ia dulu sangat sayangi.

Tolong buat Gafa jangan sakitin Adik kecil yang gue sayang. Cukup gue aja yang sakitin dia, lo jangan. Sampai ketemu lagi Seinora, Adik kecilku.

“Kabar kamu gimana hari ini?”

“Baik tapi nggak begitu baik juga.” Kenzo terkekeh.

Di sinilah mereka bertemu, dibangku yang sama saat Gafa duduk disebelahnya pada malam hari. Tapi figuran yang duduk disebelahnya kali ini bukan Gafa, melainkan Kenzo. Pertemuan kali ini adalah pertemuan yang sangat berat buat Nora, kenapa? Karena mereka harus mengupas salah satu cerita dari masa lalu yang membuat Nora enggan untuk jatuh cinta lagi.

“Kakak sendiri gimana? Baik?” tanyanya.

“Aku baik kok,” jawabnya dengan nada tidak bersemangat.

Gadis itu tersenyum terpaksa menatap langit-langit pagi hari sambil menghirup udara segar. “Maaf ya, Kak.”

“Bukan salah kamu. Ini semua juga salah aku.” Nora mengangguk sebagai jawabannya.

“Kamu inget nggak waktu kita main air di taman kampus belakang?”

“Ingetlah! Hahahaha.”

“Seru ya dulu.”

“Iya seru sebelum Kakak berubah,” kara Nora dengan sengaja.

“Maaf….”

It’s okay. Aku juga ngerti kok.”

Kenzo menghela nafasnya berat. Ia sebenarnya sangat tidak rela untuk membahas masa lalu yang sangat menyakitkan Nora, ia tidak tega.

“Kita udah nggak bisa ya, Nor?” Kenzo bertanya yang sudah tahu akan jawaban dari Nora. Sangat mustahil jika mereka bisa balik bersama.

“Kakak ‘kan tau sendiri gimana…. Aku hari ini tunangan, Kak.”

“Iya aku tau, maaf…”

Kenzo menatap leher jenjang Nora yang berada kalung cantik disana. Pasti itu hadiah dari Gafa, mana mungkin Nora masih memakai hadiah pemberiannya di masa lalu.

“Nora.” panggilnya.

Hm?

“Aku minta maaf kalau aku pernah buat kamu sakit hati. Aku minta maaf kalau aku di masa lalu brengsek seperti yang kamu bilang waktu itu. Maaf belum bisa kasih lebih di masa lalu, maaf jug——“

“Kak stop!” Nora sudah muak mendengar kata maaf yang dilontarkan oleh pria tersebut. Mendengar kata maaf membuat dirinya semakin mempunyai rasa bersalah kepada Kenzo karena harus membuatnya meminta maaf yang berulang kali.

“Aku udah denger ucapan maaf Kakak dari dulu. Dari pas Kakak kirim bucket bunga yang berisi surat permintaan maaf, sampe makanan yang berisi surat permintaan maaf Kakak.”

“Kak, aku tau dulu kita masih bisa buat bareng. Tapi sekarang udah nggak bisa Kak. Ini bukan tentang kesalahan Kak Kenzo aja, tapi salah aku karna menaruh perasaan lebih waktu itu.” Nora berbicara dengan nada bergetar mengeluarkan semua unek-unek yang ia tahan sejak lama.

Kenzo bergeming, ia bingung harus apa sekarang. Haruskah ia memeluk gadis itu atau membiarkannya untuk terus mengeluarkan segala unek-uneknya.

“Semuanya terlambat, Kak.”

“Aku beruntung bisa kenal deket sama kamu dulu, makasih ya?”

Mendungan air mata yang Nora tahan tidak bertahan lama. Ia menundukkan kepala yang menutupi wajahnya dengan rambut agar tidak terlihat sedang menangis. Sedangkan Kenzo menatap ke arah langit untuk menahan tetesan air mata kesedihannya.

Last hug?” tawar Kenzo.

Nora mengangguk dan memeluk Kenzo lebih dulu, Nora memeluk Kenzo erat seperti tidak mau ditinggal pergi olehnya. Menangis tersedu-sedu di dalam dada bidang pria tersebut. Kenzo memeluk Nora menggunakan satu tangannya, sedangkan tangan sebelahnya mengelus-elus rambut Nora untuk menenangkannya. Untung taman pagi hari ini tidak terlalu ramai, jadi keduanya bebas untuk mengeluarkan segala kesedihan di pagi hari ini.

“Makasih ya Kak pernah jadi orang yang aku banggain.”

“Aku juga berterima kasih atas segala kenangan indah kita berdua.”

“Jaga kesehatan ya? Jangan sampe sakit karena aku nggak mau obatin kamu, jaga pola makan yang bener jangan sampe kecapekan, okey?” Nora mengangguk masih di dalam pelukan Kenzo dan menangis sampai badannya bergetar.

Saat sudah merasa tangisan Nora mereda Kenzo melepaskan pelukan dan menghapus sisa air mata yang berada di pipi Nora.

“Aku pamit ya? Semoga lancar buat acara tunangan kamu. Maaf kayanya aku batal dateng karena ada sedikit masalah di rumah sakit. Bahagia terus ya, Adik kecil.” ucap Kenzo.

“Kak…” Nora masih belum menyangka kalau perpisahannya dengan Kakak tingkatnya dulu akan sepedih ini.

“Gapapa, kita masih bisa jadi temen.”

“Hati-hati dijalan ya, Kak.”

Kenzo mengangguk seraya bangkit dari bangku tersebut pergi meninggalkan adik kecil yang ia dulu sangat sayangi. Tolong buat Gafa jangan sakitin Adik kecil yang gue sayang. Cukup gue aja yang sakitin dia, lo jangan. Sampai ketemu lagi Seinora, Adik kecilku.

“Kabar kamu gimana hari ini?”

“Baik tapi nggak begitu baik juga.” Kenzo terkekeh.

Di sinilah mereka bertemu, dibangku yang sama saat Gafa duduk disebelahnya pada malam hari. Tapi figuran yang duduk disebelahnya kali ini bukan Gafa, melainkan Kenzo. Pertemuan kali ini adalah pertemuan yang sangat berat buat Nora, kenapa? Karena mereka harus mengupas salah satu cerita dari masa lalu yang membuat Nora enggan untuk jatuh cinta lagi.

“Kakak sendiri gimana? Baik?” tanyanya.

“Aku baik kok,” jawabnya dengan nada tidak bersemangat.

Gadis itu tersenyum terpaksa menatap langit-langit pagi hari sambil menghirup udara segar. “Maaf ya, Kak.”

“Bukan salah kamu. Ini semua juga salah aku.” Nora mengangguk sebagai jawabannya.

“Kamu inget nggak waktu kita main air di taman kampus belakang?”

“Ingetlah! Hahahaha.”

“Seru ya dulu.”

“Iya seru sebelum Kakak berubah,” kara Nora dengan sengaja.

“Maaf….”

It’s okay. Aku juga ngerti kok.”

Kenzo menghela nafasnya berat. Ia sebenarnya sangat tidak rela untuk membahas masa lalu yang sangat menyakitkan Nora, ia tidak tega.

“Kita udah nggak bisa ya, Nor?” Kenzo bertanya yang sudah tahu akan jawaban dari Nora. Sangat mustahil jika mereka bisa balik bersama.

“Kakak ‘kan tau sendiri gimana…. Aku hari ini tunangan, Kak.”

“Iya aku tau, maaf…”

Kenzo menatap leher jenjang Nora yang berada kalung cantik disana. Pasti itu hadiah dari Gafa, mana mungkin Nora masih memakai hadiah pemberiannya di masa lalu.

“Nora.” panggilnya.

Hm?

“Aku minta maaf kalau aku pernah buat kamu sakit hati. Aku minta maaf kalau aku di masa lalu brengsek seperti yang kamu bilang waktu itu. Maaf belum bisa kasih lebih di masa lalu, maaf jug——“

“Kak stop!” Nora sudah muak mendengar kata maaf yang dilontarkan oleh pria tersebut. Mendengar kata maaf membuat dirinya semakin mempunyai rasa bersalah kepada Kenzo karena harus membuatnya meminta maaf yang berulang kali.

“Aku udah denger ucapan maaf Kakak dari dulu. Dari pas Kakak kirim bucket bunga yang berisi surat permintaan maaf, sampe makanan yang berisi surat permintaan maaf Kakak.”

“Kak, aku tau dulu kita masih bisa buat bareng. Tapi sekarang udah nggak bisa Kak. Ini bukan tentang kesalahan Kak Kenzo aja, tapi salah aku karna menaruh perasaan lebih waktu itu.” Nora berbicara dengan nada bergetar mengeluarkan semua unek-unek yang ia tahan sejak lama.

Kenzo bergeming, ia bingung harus apa sekarang. Haruskah ia memeluk gadis itu atau membiarkannya untuk terus mengeluarkan segala unek-uneknya.

“Semuanya terlambat, Kak.”

“Aku beruntung bisa kenal deket sama kamu dulu, makasih ya?”

Mendungan air mata yang Nora tahan tidak bertahan lama. Ia menundukkan kepala yang menutupi wajahnya dengan rambut agar tidak terlihat sedang menangis. Sedangkan Kenzo menatap ke arah langit untuk menahan tetesan air mata kesedihannya.

Last hug?” tawar Kenzo.

Nora mengangguk dan memeluk Kenzo lebih dulu, Nora memeluk Kenzo erat seperti tidak mau ditinggal pergi olehnya. Menangis tersedu-sedu di dalam dada bidang pria tersebut. Kenzo memeluk Nora menggunakan satu tangannya, sedangkan tangan sebelahnya mengelus-elus rambut Nora untuk menenangkannya. Untung taman pagi hari ini tidak terlalu ramai, jadi keduanya bebas untuk mengeluarkan segala kesedihan di pagi hari ini.

“Makasih ya Kak pernah jadi orang yang aku banggain.”

“Aku juga berterima kasih atas segala kenangan indah kita berdua.”

“Jaga kesehatan ya? Jangan sampe sakit karena aku nggak mau obatin kamu, jaga pola makan yang bener jangan sampe kecapekan, okey?” Nora mengangguk masih di dalam pelukan Kenzo dan menangis sampai badannya bergetar.

Saat sudah merasa tangisan Nora mereda Kenzo melepaskan pelukan dan menghapus sisa air mata yang berada di pipi Nora.

“Aku pamit ya? Semoga lancar buat acara tunangan kamu. Maaf kayanya aku batak dateng karena ada sedikit masalah di rumah sakit. Bahagia terus ya, Adik kecil.” ucap Kenzo.

“Kak…” Nora masih belum menyangka kalau perpisahannya dengan Kakak tingkatnya dulu akan sepedih ini.

“Gapapa, kita masih bisa jadi temen.”

“Hati-hati dijalan ya, Kak.”

Kenzo mengangguk seraya bangkit dari bangku tersebut pergi meninggalkan adik kecil yang ia dulu sangat sayangi. Tolong buat Gafa jangan sakitin Adik kecil yang gue sayang. Cukup gue aja yang sakitin dia, lo jangan. Sampai ketemu lagi Seinora, Adik kecilku.

“Pipi gue kok chubby banget..?”

“DUH!! Nggak bisa nih nggak bisa!!”

Begitulah Nora saat ini berdiri di depan cermin memproteskan porsi badannya yang sekarang. Menurut para perempuan diluar sana mempunyai badan yang kurus dan ramping adalah perempuan tercantik, terperfect, teridaman, dan ter- ter- lain sebagainya. Terlebih lagi Nora adalah seorang model yang harus tampil sempurna di depan banyak orang. Sebenarnya apa yang Dextar bilang di room chat groupnya adalah seratus persen benar.

Semenjak fitting baju pertunangan yang merasa terus longgar, ia terus diajak makan oleh Mbak Linda agar terlihat lebih berisi. Namun, sepertinya ini sudah melebihi batas yang seharusnya kata ‘berisi’ itu.

Langkah kaki Nora menuju kamar mandi untuk kembali memuntahkan isi dalam perutnya secara paksa dengan cara memasukkan telunjuknya ke dalam tenggorokannya agar makanan itu keluar semua. Padahal ia sendiri tidak memakan apapun dan hanya memuntahkan air.

HUEKK!!!

Muntahan pertama keluar Nora membersihkan closet terlebih dahulu agar orang-orang tidak tahu dengan apa yang ia lakukan sekarang. Setelah bersih Nora memasukkan kembali jemari telunjuknya ke dalam tenggorokan. Namun tiba-tiba tangannya ditarik paksa oleh pria berbadan tinggi yang berdiri di sampingnya.

“Lo mau ngapain?” tanyanya dengan intonasi dingin.

“Lepasin.” Nora menghempaskan tangan Gafa yang berusaha menghentikannya.

Sebenanrnya Gafa tidak tahu apa yang barusan ia lihat. Ia baru saja tiba di unit inap Nora dan ia menemukan Nora di kamar mandi sedang memasukkan jemarinya ke dalam mulutnya.

Nora kembali melakukan kegiatan yang tadi ia lakukan pertamanya. Ia tidak peduli dengan kehadiran Gafa yang berada di sampingnya. Nora hanya ingin mengeluarkan semua isi di dalam perutnya agar terlihat kurus seperti dulu.

HUEKKK!!

Muntahan kedua berhasil di keluarkan. Gafa shock melihat apa yang Nora barusan lakukan. Dengan rasa paniknya ia refleks memijat tengkuk leher Nora agar ia merasa lebih leluasa memuntahkan isi perutnya.

Gafa yang mulai menyadari apa yang terjadi pada Nora pun membuka suaranya, “Jangan bilang lo…”

“Nora, lo bulimia?!”

“Gaf…” lirih Nora saat merasa tubuhnya lemas dan jatuh ke dalam pelukkan Gafa sebelum matanya tertutup.

Segera Gafa mengendong tubuh kecil Nora dengan perasaan panik serta khawatir yang mulai menyerang dirinya. Tapi ia harus tetap bisa control diri untuk membawa Nora ke rumah sakit terdekat.

“Nora, lo kenapa harus ngelakuin itu…” Gafa meneteskan air matanya seraya mengusap-usap tangan Nora dengan jemari ibu jempolnya sambil menyetir mobil.

Langkah kecil gadis itu menyelusuri sebuah hotel yang akan diadakan acara pertunangan. Sebenarnya ia sudah cukup lelah karena harus mengurusi semuanya sendiri, sekarang ditambah harus mencari Gafa, sang calon tunangan yang entah hilang kemana.

Sampailah Nora ke lantai paling atas dengan nafas yang tidak beraturan kerena panik yang menyerangnya. Pertama kali yang ia lihat adalah ruangan yang cukup gelap gulita tanpa adanya penerangan lampu sedikit pun. Pikir Nora Bar ini mungkin sudah tidak di operasikan seperti dulu, Nora hendak untuk balik ke lantai bawah. Namun tiba-tiba lampu menerangi lantai dengan bunga-bunga yang bertaburan menuntunnya untuk mengikuti arah tujuan dan disertai lagu melodi romansa.

Batinnya berkata Sial, ini gue dikerjain?

Nora menghela nafasnya pelan lalu mengikuti lampu serta bunga yang menuntunnya sampai ke tujuan. Dan ternyata benar saja, ini adalah kerjaannya Gafa. Ia berdiri di samping meja seraya memengang buket bunga merah serta kotak yang berisi kalung.

“Ini ada apa?” tanya Nora berbisik saat sudah mau mendekati sang pria.

“Di suruh papa sama ayah,” katanya tanpa bersuara dengan cepat. Nora yang tidak dapat mencerna apa yang barusan Gafa bilang mengernyitkan alisnya kebingungan.

Saat kaki Nora sudah berada tepat di depan Gafa, segera pria tersebut memeluknya dengan erat. Nora yang merasa risih berusaha keras untuk melepaskan dirinya dari pelukan ini.

“Ada orang tua kita di sini. Diem-diem aja ikutin alurnya.”

Nora kaget refleks membalas pelukan Gafa dengan erat. “Kamu ngapain sih repot-repot gini…” ucap Nora yang sudah memulai aktingnya.

Gafa terkekeh dengan respon Nora, lalu melepaskan pelukannya mengasih bunga yang ia pegang tadi, “Gapapa kok. Ini buat kamu.”

Nora menerima buket bunga besar itu dengan senyuman sedikit terpaksa. Tangan Gafa mengeluarkan kalung berwarna emas di dalam kotak penyimpanan. Lalu menatap Nora untuk meminta izin memakaikannya kalung tersebut dan Nora mengiyakannya.

Jemari besarnya menyingkirkan sedikit rambut Nora yang menutupi matanya untuk mengaitkan kalung tersebut. Kepala Gafa sedikit maju untuk melihat sudah terkait atau belum. Bahkan deru nafas dari pria tersebut menyapu pundak putih Nora yang dapat membuatnya merinding dan refleks menahan nafasnya.

“Udah,” ujarnya tersenyum saat sudah berhasil mengaitkan kalung.

Thank you.

Tiba-tiba melodi lagu berhenti, lampu mulai menyala dan suara tepuk tangan mengisi ruangan ini cukup meriah.

“Selamat ya kalian! Akhirnya akan bertunangan esok,” ucap Gibran yang duduk di kursi roda dibelakangi oleh Gilang, ayah dari Gafabel.

“PAPAA!!?? Bukannya Papa check up hari ini??” tanya Nora menghampiri sang papa duduk menyamakan.

“Udah pulang, Clau…” Gibran mengacak rambut Nora gemas.

Gilang tersenyum melihat interaksi antara anak dan papanya. Lalu langkahnya menghampiri sang putra sulungnya dan memberikan tepukan pundak. “Dijaga ya? Putri satu-satu tuh.”

Gafa tertawa kecil karena merasa diremehkan. Padahal perasaan ini sudah menjadi nyata dari dulu sebelum dikenalkan oleh keluarga. “Iya, pasti,” katanya dengan rasa penuh percaya diri.

Sambungan telepon masih belum terangkat membuat Nora semakin takut, takut menganggu tidur Gafa. Ia sedari tadi menggigit jari-jari tangannya gugup duduk di tepi kasur.

“Halo?” ucap Gafa dengan suara khas bangun tidur.

Nora membeku saat panggilan terhubung dan mendengar suara Gafa yang jauh di sana.

“Belum tidur, Nor?” tanya Gafa seraya melihat jam berapa sekarang diponselnya.

“E—Eh gue nganggu lo tidur ya? Gue matiin aja deh.”

“JANGAN!” ucap Gafa spontan yang membuat Nora menjauhkan ponselnya dari telinga.

“Eh maksudnya jangan.”

Nora terkekeh tanpa suara dan hatinya mulai bersama bergemulai geli.

“Kenapa belum tidur? Udah jam setengah 12 malam ini.” Gafa bangkit dari tidurnya bersenderan di baseboard kasur agar kantuknya menghilang sedikit.

“Mau masak mie…. Temenin ya?” Pria disebrang sana menaikan ujung bibirnya yang membuatnya tersenyum gemas.

“Okey ayo. Mau ganti jadi video call aja nggak?” tawar Gafa agar ia bisa memperhatikan Nora di layar ponselnyq.

“BENTARR!” Nora panik, ia masih dengan rambut acak-acaknya belum sempat untuk merapihkannya.

“Hahaha okey gue tunggu.”

Nora menuju meja riasnya segera mencari sisir untuk merapihkan rambutnya dan sedikit touch up agar tidak terlalu pucat. Gafa yang mendengar suara langkah kaki Nora salah tingkah, mengapa Nora begitu menggemaskan pikirnya.

“Ayo.”

“Udah?” Nora refleks mengangguk padahal ia belum menekan sambungan video call.

Sambungan sekarang sudah menjadi video call yang menunjukan muka khas orang bangun tidur masing-masing, kecuali Nora. Ia sempat touch up tadi sedikit.

“Halo?” sapa Gafa melambaikan tangan di depan kamera.

“Haloo.” Nora melakukan hal yang sama.

“Mau masak mie apa?” tanya Gafa saat melihat Nora sedang mencari mie di rak penyimpanan makanan.

“Mie kuah kayanya enak.”

“Enak tuh mana lagi hujan juga.”

Nora yang mendengar kata hujan pun mendekat ke arah kamera. “Hujan? Di sana hujan?”

“Iya hujan nih denger.” Gafa diam sejenak untuk memberi tahu Nora ada suara rintik hujan berjatuhan.

“Oh iya hujan, di sini belum tapi.”

“Lagi di jalan itu hujannya.”

Nora menanggapinya dengan kekehan lalu segera mengambil panci untuk memasak air. Gafa memperhatikan setiap gerak-gerik yang Nora lakukan di sana, lucu. Padahal ia hanya sedang memasak mie tapi pikir Gafa kalau Nora sedang melakukan apapun ia terlihat lucu, bahkan diam sekalipun.

“Perutnya masih sakit nggak?”

“Tadi iya, sekarang udah nggak kok.” Gafa mengangguk paham dan menunggu Nora siap dengan makanannya.

“TADAA!! Udah jadi nih liat!” seru Nora menunjukan hasil mie buatannya yang ia hias dengan tomat serta dedaunan yang Gafa sendiri tidak tahu itu apa.

Gafa bertepuk tangan saat melihat hasil jadinya, sangat berbeda jauh saat Gafa yang memasak pasti hasilnya seperti mie yang sangat pucat karna ia sangat tidak suka pedas.

“Keliatannya enak tuh mau dong.”

“Buat sendiri!!”

Gafa tertawa dan tetap menemani Nora sampai selesai makan mie.

“Dapur lo keliatannya gelap ya, Nor.” kata Gafa yang melihat dari kamera ponselnya memang sangat remang-remang.

“Iya belum sempet ganti lampur tadi.”

“Besok aja gue ganti sekalian main.”

“Boleh, bentar ya gue tinggal mau cuci mangkok.”

“Iya sana.”

Gafa juga ikut pergi meninggalkan ponselnya untuk mengambil gitar miliknya yang berada di sudut kamar. Gafa kembali, untungnya Nora belum kembali jadi dirinya tidak ketahuan pergi untuk mengambil gitar dengan tujuan menyanyikan sebuah lagu untuk Nora.

“Yah…. Hujan,” keluh Nora disebrang sana setelah mencuci mangkok dan mengambil ponselnya yang berada di meja makan.

“Lo nggak suka hujan, ya?”

“Suka, tapi kalo hujan badai malem ngga suka. Bikin nggak bisa tidur tau!” oceh Nora yang membuat Gafa menahan senyumannya.

“Oh gitu…”

Di lihatnya Nora sudah berada di dalam kamarnya sedang duduk bersandar di baseboard kasur sama dengan Gafa.

“Menurut lo hal penting apa dalam sebuah hubungan?” tanya Nora serius.

“Tiba-tiba banget nih?”

“Ya, kalo lo nggak mau jawab gapapa sih… Ini random banget soalnya udah malem juga.”

Gafa membenarkan posisi duduknya sebelum menjawab pertanyaan dari Nora.

“Saling mengerti? Komunikasi? Itu aja sih hal pentingnya menurut gue. Karna tanpa itu semua hubungan adanya malah jadi toxic yang buat masing-masing dari mereka jadi merasa rugi dalam hubungannya.”

Nora terdiam sebentar saat mendengar jawaban dari Gafa yang membuatnya tertegun. Ini ia tidak salah dengarkan?

Agree, gue suka jawaban lo. Kayanya kita satu otak deh? Hahaha.”

“HAHAHA! Bisa jadi.”

“Hubungan itu ada tiga faktor Nora, misalnya gue, lo, dan kita. Kita harus tetap bersama dan cari jalan tengahnya kalo lagi ada di suatu masalah.”

“Tenang, gue orangnya bisa nerima apapun pendapat orang lain, jadi gue nggak akan pernah kabur dari masalah itu. Tapi tergantung masalahnya dulu sih.” lanjutnya.

“Gue juga kok! Walaupun gue orangnya agak sensitif dan mudah baper dengan perkataan orang lain. Tapi gue tetep harus bisa nerima apapun yang orang lain bilang tentang gue. Karena nggak semua orang itu harus suka sama gue kan?”

“Iya betul, tapi satu hal yang perlu lo inget ada lebih banyak orang yang sayang sama lo ada keluarga, temen-temen lo, fans lo, dan gue.”

Nora sempat dibuat bingung dengan ucapan Gafa yang menyebut ‘gue’. Gue ini menuju ke dirinya atau??

“Gue?” tanya Nora.

“Iya gue, sebagai tetangga apart lo.”

“OHH, HAHAHHAA!! Apaan sih Gaf! Aneh-aneh aja.”

Gafa ikut tertawa, padahal ia tadi sudah mau menyatakan tentang perasaannya yang sebenarnya tapi rasanya belum tepat. Untung otaknya sangat berkerja untuk membuat alasan ini.

“Btw, acara yang lo isi kapan pembukaan tiketnya?”

“Kenapa? Lo mau nonton? Kalo mau nonton nanti gue mintain aja tiketnya sama bang Aji.”

“Eh bukan!! Itu temen gue mau nonton katanya.”

“Oh… Kirain lo mau nonton juga,” ucap Gafa dengan nada sedikit kecewa.

“Itu acara bukannya sehabis kita tunangan ya? Lo seriusan nggak bakal kecapekan? Terus besoknya juga kita diajak pergi ‘kan sama keluarga lo.”

“Nggak, udah biasa kok jadi santai-santai aja.” Nora ber-oh ria lalu merebahkan dirinya karena mulai merasa pegal untuk duduk.

“Temen lo butuh berapa tiket, Nor? Biar gue mintain sama bang Aji nanti.”

“Ih jangan! Itu niat gue emang mau beliin mereka tiket konser nanti.”

“Gapapa, nanti gue atur kok gampang.”

Nora menghela nafasnya, ia hanya bisa pasrah. “Dua temen gue, Gaf.”

“Okey, nanti gue kabarin lagi.”

“Okey.”

Suasana menjadi hening, hanya terdengar suara air hujan yang berjatuhan semakin deras dari tempat masing-masing. Malam semakin larut karena obrolan dari mereka tadi tidak terasa sekarang sudah menunjukan pukul 01.26 dini hari.

“Gue mau nyanyi lo mau denger nggak?”

“Boleh, mau nyanyi lagu apa?”

“Lo ada request nggak? Lagu yang bisa bikin lo ngantuk mungkin?”

“Lagu dari Bee Gees aja How Deep Is Your Love tau nggak?”

“Itu mah lagu favorite gue dulu, Nor!!”

“IH SAMA DONGG?!!“ seru Nora karena mereka memiliki banyak kesamaan sepertinya.

Gafa tertawa dan mulai mengenjrengkan gitar kesayangannya yang ia bawa dari apartnya kemarin. Nora menyaksikan genjrengan Gafa dari ponselnya yang membuat hatinya semakin tidak karuan melihat penampilan Gafa sekarang dengan muka bantalnya, rambut acak-acakan, serta suara deep voice miliknya. Itu semua dibuatnya Nora gila malam hari ini.

And it's me you need to show How deep is your love? How deep is your love? How deep is your love? I really mean to learn 'Cause we're living in a world of fools Breaking us down when they all should let us be We belong to you and me

Nora pun mulai merasakan kantuknya dan mulai menutup-nutup matanya. Tapi ia berusaha untuk tetap membuka matanya untuk tetap mendengar Gafa yang sedang bernyanyi.

Sedangkan disebrang sana yang sedang memainkan gitarnya sambil bernyanyi tersenyum melihat Nora yang sudah mulai tertidur cantik dengan kamera yang berada di samping bantal miliknya. Merasa sudah cukup untuk membuat Nora tertidur Gafa ingin mematikan sambungan video call ini. Namun, ia teringat belum mengucapkan kalimat yang ingin ia sampaikan saat Nora sudah terlelap.

”Hey! Good night, Seinora. Perempuan tercantik kesayangan Abel.”

Dan sambungan video call terputus begitu saja.

Mereka telah sampai di sebuah parkiran depan toko cincin yang Mama Gafa rekomendasikan untuk datang ke tempat ini. Katanya sih cincin-cincin yang ada di toko ini sangat berkualitas, tapi akan sangat sia-sia, Gafa dan Nora tidak akan memakainya lagi setelah bertunangan resmi. Takut publik akan tahu tentang hubungan dari keduanya yang akan membahayakan karier.

“Mau ikut turun nggak?” tanya Gafa.

“Nggak deh, takut orang lain tau gue.” Alasan, sebenarnya Nora masih menahan rasa sakit dari perutnya.

“Cemilan ada di belakang ambil aja kalo mau. Gue ke sana dulu.” final Gafa membuka pintu mobil.

“Jangan cari cincin yang bagus Gaf, percuma kita cuma pake sekali.”

Seketika Gafa terdiam. Padahal ia sudah menyiapkan cincin yang bagus untuk hari pertunangan mereka. Namun, Nora sepertinya sangat bersikeras tentang hubungan yang sangat tidak ingin ketahuan publik.

“Okey.”

Gafa menutup pintu dengan keras, lalu pergi ke dalan toko tersebut mencari cincin yang cocok. Namun, tetap terlihat sederhana agar publik tidak mencurigai kalau Gafa dan Nora memakai cincin yang sama. Tapi sepertinya Nora tetap memakai cincin itu sekali sesuai ucapannya.