Midnight Call

Sambungan telepon masih belum terangkat membuat Nora semakin takut, takut menganggu tidur Gafa. Ia sedari tadi menggigit jari-jari tangannya gugup duduk di tepi kasur.

“Halo?” ucap Gafa dengan suara khas bangun tidur.

Nora membeku saat panggilan terhubung dan mendengar suara Gafa yang jauh di sana.

“Belum tidur, Nor?” tanya Gafa seraya melihat jam berapa sekarang diponselnya.

“E—Eh gue nganggu lo tidur ya? Gue matiin aja deh.”

“JANGAN!” ucap Gafa spontan yang membuat Nora menjauhkan ponselnya dari telinga.

“Eh maksudnya jangan.”

Nora terkekeh tanpa suara dan hatinya mulai bersama bergemulai geli.

“Kenapa belum tidur? Udah jam setengah 12 malam ini.” Gafa bangkit dari tidurnya bersenderan di baseboard kasur agar kantuknya menghilang sedikit.

“Mau masak mie…. Temenin ya?” Pria disebrang sana menaikan ujung bibirnya yang membuatnya tersenyum gemas.

“Okey ayo. Mau ganti jadi video call aja nggak?” tawar Gafa agar ia bisa memperhatikan Nora di layar ponselnyq.

“BENTARR!” Nora panik, ia masih dengan rambut acak-acaknya belum sempat untuk merapihkannya.

“Hahaha okey gue tunggu.”

Nora menuju meja riasnya segera mencari sisir untuk merapihkan rambutnya dan sedikit touch up agar tidak terlalu pucat. Gafa yang mendengar suara langkah kaki Nora salah tingkah, mengapa Nora begitu menggemaskan pikirnya.

“Ayo.”

“Udah?” Nora refleks mengangguk padahal ia belum menekan sambungan video call.

Sambungan sekarang sudah menjadi video call yang menunjukan muka khas orang bangun tidur masing-masing, kecuali Nora. Ia sempat touch up tadi sedikit.

“Halo?” sapa Gafa melambaikan tangan di depan kamera.

“Haloo.” Nora melakukan hal yang sama.

“Mau masak mie apa?” tanya Gafa saat melihat Nora sedang mencari mie di rak penyimpanan makanan.

“Mie kuah kayanya enak.”

“Enak tuh mana lagi hujan juga.”

Nora yang mendengar kata hujan pun mendekat ke arah kamera. “Hujan? Di sana hujan?”

“Iya hujan nih denger.” Gafa diam sejenak untuk memberi tahu Nora ada suara rintik hujan berjatuhan.

“Oh iya hujan, di sini belum tapi.”

“Lagi di jalan itu hujannya.”

Nora menanggapinya dengan kekehan lalu segera mengambil panci untuk memasak air. Gafa memperhatikan setiap gerak-gerik yang Nora lakukan di sana, lucu. Padahal ia hanya sedang memasak mie tapi pikir Gafa kalau Nora sedang melakukan apapun ia terlihat lucu, bahkan diam sekalipun.

“Perutnya masih sakit nggak?”

“Tadi iya, sekarang udah nggak kok.” Gafa mengangguk paham dan menunggu Nora siap dengan makanannya.

“TADAA!! Udah jadi nih liat!” seru Nora menunjukan hasil mie buatannya yang ia hias dengan tomat serta dedaunan yang Gafa sendiri tidak tahu itu apa.

Gafa bertepuk tangan saat melihat hasil jadinya, sangat berbeda jauh saat Gafa yang memasak pasti hasilnya seperti mie yang sangat pucat karna ia sangat tidak suka pedas.

“Keliatannya enak tuh mau dong.”

“Buat sendiri!!”

Gafa tertawa dan tetap menemani Nora sampai selesai makan mie.

“Dapur lo keliatannya gelap ya, Nor.” kata Gafa yang melihat dari kamera ponselnya memang sangat remang-remang.

“Iya belum sempet ganti lampur tadi.”

“Besok aja gue ganti sekalian main.”

“Boleh, bentar ya gue tinggal mau cuci mangkok.”

“Iya sana.”

Gafa juga ikut pergi meninggalkan ponselnya untuk mengambil gitar miliknya yang berada di sudut kamar. Gafa kembali, untungnya Nora belum kembali jadi dirinya tidak ketahuan pergi untuk mengambil gitar dengan tujuan menyanyikan sebuah lagu untuk Nora.

“Yah…. Hujan,” keluh Nora disebrang sana setelah mencuci mangkok dan mengambil ponselnya yang berada di meja makan.

“Lo nggak suka hujan, ya?”

“Suka, tapi kalo hujan badai malem ngga suka. Bikin nggak bisa tidur tau!” oceh Nora yang membuat Gafa menahan senyumannya.

“Oh gitu…”

Di lihatnya Nora sudah berada di dalam kamarnya sedang duduk bersandar di baseboard kasur sama dengan Gafa.

“Menurut lo hal penting apa dalam sebuah hubungan?” tanya Nora serius.

“Tiba-tiba banget nih?”

“Ya, kalo lo nggak mau jawab gapapa sih… Ini random banget soalnya udah malem juga.”

Gafa membenarkan posisi duduknya sebelum menjawab pertanyaan dari Nora.

“Saling mengerti? Komunikasi? Itu aja sih hal pentingnya menurut gue. Karna tanpa itu semua hubungan adanya malah jadi toxic yang buat masing-masing dari mereka jadi merasa rugi dalam hubungannya.”

Nora terdiam sebentar saat mendengar jawaban dari Gafa yang membuatnya tertegun. Ini ia tidak salah dengarkan?

Agree, gue suka jawaban lo. Kayanya kita satu otak deh? Hahaha.”

“HAHAHA! Bisa jadi.”

“Hubungan itu ada tiga faktor Nora, misalnya gue, lo, dan kita. Kita harus tetap bersama dan cari jalan tengahnya kalo lagi ada di suatu masalah.”

“Tenang, gue orangnya bisa nerima apapun pendapat orang lain, jadi gue nggak akan pernah kabur dari masalah itu. Tapi tergantung masalahnya dulu sih.” lanjutnya.

“Gue juga kok! Walaupun gue orangnya agak sensitif dan mudah baper dengan perkataan orang lain. Tapi gue tetep harus bisa nerima apapun yang orang lain bilang tentang gue. Karena nggak semua orang itu harus suka sama gue kan?”

“Iya betul, tapi satu hal yang perlu lo inget ada lebih banyak orang yang sayang sama lo ada keluarga, temen-temen lo, fans lo, dan gue.”

Nora sempat dibuat bingung dengan ucapan Gafa yang menyebut ‘gue’. Gue ini menuju ke dirinya atau??

“Gue?” tanya Nora.

“Iya gue, sebagai tetangga apart lo.”

“OHH, HAHAHHAA!! Apaan sih Gaf! Aneh-aneh aja.”

Gafa ikut tertawa, padahal ia tadi sudah mau menyatakan tentang perasaannya yang sebenarnya tapi rasanya belum tepat. Untung otaknya sangat berkerja untuk membuat alasan ini.

“Btw, acara yang lo isi kapan pembukaan tiketnya?”

“Kenapa? Lo mau nonton? Kalo mau nonton nanti gue mintain aja tiketnya sama bang Aji.”

“Eh bukan!! Itu temen gue mau nonton katanya.”

“Oh… Kirain lo mau nonton juga,” ucap Gafa dengan nada sedikit kecewa.

“Itu acara bukannya sehabis kita tunangan ya? Lo seriusan nggak bakal kecapekan? Terus besoknya juga kita diajak pergi ‘kan sama keluarga lo.”

“Nggak, udah biasa kok jadi santai-santai aja.” Nora ber-oh ria lalu merebahkan dirinya karena mulai merasa pegal untuk duduk.

“Temen lo butuh berapa tiket, Nor? Biar gue mintain sama bang Aji nanti.”

“Ih jangan! Itu niat gue emang mau beliin mereka tiket konser nanti.”

“Gapapa, nanti gue atur kok gampang.”

Nora menghela nafasnya, ia hanya bisa pasrah. “Dua temen gue, Gaf.”

“Okey, nanti gue kabarin lagi.”

“Okey.”

Suasana menjadi hening, hanya terdengar suara air hujan yang berjatuhan semakin deras dari tempat masing-masing. Malam semakin larut karena obrolan dari mereka tadi tidak terasa sekarang sudah menunjukan pukul 01.26 dini hari.

“Gue mau nyanyi lo mau denger nggak?”

“Boleh, mau nyanyi lagu apa?”

“Lo ada request nggak? Lagu yang bisa bikin lo ngantuk mungkin?”

“Lagu dari Bee Gees aja How Deep Is Your Love tau nggak?”

“Itu mah lagu favorite gue dulu, Nor!!”

“IH SAMA DONGG?!!“ seru Nora karena mereka memiliki banyak kesamaan sepertinya.

Gafa tertawa dan mulai mengenjrengkan gitar kesayangannya yang ia bawa dari apartnya kemarin. Nora menyaksikan genjrengan Gafa dari ponselnya yang membuat hatinya semakin tidak karuan melihat penampilan Gafa sekarang dengan muka bantalnya, rambut acak-acakan, serta suara deep voice miliknya. Itu semua dibuatnya Nora gila malam hari ini.

And it's me you need to show How deep is your love? How deep is your love? How deep is your love? I really mean to learn 'Cause we're living in a world of fools Breaking us down when they all should let us be We belong to you and me

Nora pun mulai merasakan kantuknya dan mulai menutup-nutup matanya. Tapi ia berusaha untuk tetap membuka matanya untuk tetap mendengar Gafa yang sedang bernyanyi.

Sedangkan disebrang sana yang sedang memainkan gitarnya sambil bernyanyi tersenyum melihat Nora yang sudah mulai tertidur cantik dengan kamera yang berada di samping bantal miliknya. Merasa sudah cukup untuk membuat Nora tertidur Gafa ingin mematikan sambungan video call ini. Namun, ia teringat belum mengucapkan kalimat yang ingin ia sampaikan saat Nora sudah terlelap.

”Hey! Good night, Seinora. Perempuan tercantik kesayangan Abel.”

Dan sambungan video call terputus begitu saja.