chlopyvrsie

tw // kiss

Nora menaikkan kedua sudut bibirnya. Ia menang, ia menang balapan dari Gafa. Gadis itu menuruni mobilnya dengan senyuman yang tidak lepas, memainkan tangannya di belakang punggung selagi menunggu Gafa selesai memarkirkan mobilnya di Basement setelah tadi tertinggal jauh di belakang.

Akhirnya Gafa membuka pintu mobil, menginjakkan kakinya menghampiri Nora. “Udah jadi pembalap nih sekarang?”” tanyanya dengan kekehan.

“Aku pemenangnya!” seru Nora tersenyum meledek di depan Gafa.

“Iya, iya, kamu pemenangnya.” Gafa berdiri di depannya menatap Nora tidak senang seraya memasukkan tangannya ke dalam saku celana. Sebenarnya Gafa sengaja memelankan mobilnya agar ia bisa melalukan kesepakatan konyol yang ia buat di room chat Whatsapp tadi.

Gafa menatap seluruh rinci wajah Nora yang setiap lengkukan wajahnya sangat terlihat indah. Kemudian, ia beralih menatap bibir kecil berwarna peach muda yang sangat mengodanya. Namun pada akhirnya Gafa mengecup pipi merah Nora cepat, lalu Gafa berlari pergi meninggalkannya terdiam seperti batu. Bisa ditebak pasti dia sangat kaget sekarang.

“Kamu mau aku tinggal?!” ucap Gafa berteriak karena jarak pintu lift dan parkiran lumayan jauh.

“GAFAAAA BODOHH!!!” teriaknya mengatai Gafa yang menciumnya tanpa aba-aba membuatnya sangat terlihat seperti anak kecil yang dicabuli om-om.

Kalau di lihat-lihat hubungan mereka sangat seru, sampai-sampai melupakan tentang sekitarnya yang masih menjadi tempat umum. Seseorang di pojok sudut ruangan tersenyum bahagia karena mendapatkan potretan berita baru untuk disampaikan ke atasannya.

Rintik-rintik hujan membasahi laki-laki yang sedang berlarian mencari mobil pajero berwarna putih milik Nora. Bodohnya Gafa lupa membawa payung padahal hujan turun deras sore ini, ia hanya menggunakan jaketnya sebagai alas kepala untuk menghindari rintik hujan. Mungkin ia terlalu terburu-buru untuk menemui Nora, dasar bundak cinta.

Tok tok tok

Gafa mengetuk kaca mobil Nora, memintanya untuk segera bertukar tempat.

“Jangan turun, hujan. Pindah dari dalem aja,” katanya saat Nora hendek membuka pintu, dan ia pun mengangguk.

Nora berpindah tempat ke bangku sebelahnya dan Gafa masuk di bangku supir.

“Yah.… Kok hujan-hujanan gini,” lirih Nora khawatir saat melihat Gafa basah kuyup, refleks mengambil handuk kecil yang berada di jok belakang dan mengeringkan rambutnya.

“Nanti sakit flu, suara kamu bindeng nggak bisa rekaman gimana!!?” omelnya tapi Gafa hanya cengegesan.

“Nanti aku dimarahin fans kamu gara-gara nggak jadi rilis lagi!!” masih dengan omelannya dan cengegesan Gafa.

“Kan mereka nggak tau kamu…”

“Oh iya…. IYA INTINYA JANGAN SAMPE SAKIT AJA!!”

Gafa terkekeh, baru kali ini ia melihat Nora marah dan ia memarahinya. “Iya, sayang.”

“Apa tadi kamu bilang?”

“Hah? Nggak. Aku nggak ngomong apa-apa,” sangkalnya, untung Nora tidak mendengarnya jadi malunya masih bisa di tahan.

“Bohong.”

“Itu tadi aku beli sate taichan di jalan. Kamu makan dulu, tadi belum makan ‘kan?” Gafa mengalihkan pembicaraan agar Nora tidak terus membahas yang tadi.

Nora memandangi plastik keresek hitam yang isinya piring rotan beralas kertas nasi dan sate taichan di atasnya. Nora memang sangat lapar tadinya. Bahkan ia sempat ingin meninggali mobilnya dan pergi ke MCD untuk makan sebentar. Tapi sepertinya bukan waktu yang tepat, bisa-bisa ia diamuk oleh warga setempat. Untungnya Gafa sangat peka, sampai-sampai disaat seperti ini ia masih memikirkannya untuk membeli makanan.

“Kok ada piringnya segala?”

“Oh, itu aku minta abangnya biar kamu makannya nggak ribet.”

“Makasih ya? Ayo kita makan bareng.”

“Aku udah makan tadi, kamu aja makan.”

“Ih! Nggak! Makan bareng pokoknya biar kamu nggak masuk angin!”

“Hahahaha, okey.”

Nora tersenyum sambil menyiapkan satenya dari bungkusan kertas nasi, dan menyuapkannya untuk Gafa yang sedang menyetir lalu bergantian dengannya.

“Ini macet kerena apa sih?” tanyanya dengan sate yang masih mengunyah.

“Ada perbaikan jalan di depan, aku liat di jakarta info.”

“Ohhh…. Btw kita kaya orang pacaran ya.”

“Iya, nikah aja yuk.”

“Ngomong sekali lagi gue gampar lo.”

“HAHAHAHHA.”

Mobil Porsche 911 GT3 keluaran terbaru milik Gafa yang ia pakai untuk menjemput sang kekasih. Kini terparkir di pinggir jalan.

“Kok tau tempat ini?” Mata Nora menjuru sekeliling ternyata tidak terlalu ramai seperti biasanya.

Gafa melepaskan seltbelt yang mengait ditubuhnya. “Apa yang seorang Gafabel tidak tahu,” katanya seraya mengangkat kedua tangannya berlaga sombong.

Gadis itu berdecak kesal. “Iya, Iya!”

Gafa tersenyum mengajaknya untuk segera turun dan menggengam tangannya saat menyebrang jalan.

“Kok tutup,” ujar Nora saat melihat kertas bertulis ‘hari ini tutup’ yang digantung di depan pintu masuk.

“Buka khusus kita aja, ayo masuk,” ajaknya menarik tangan Nora untuk masuk ke dalam dan di sambut baik oleh pemilik warung.

Gafa menarik kursi untuk Nora mempersilakannya duduk.

“Jangan bilang lo…?”

“Udah duduk aja,” katanya menepuk pundak Nora lalu menarik kursi di sebrang untuknya.

“Akang!! Bakso dua ya! Yang satunya jangan pedes,” seru Gafa kepada pemilik warung bakso.

“Siap, Den. Laksanakan.” Akang tersebut memberikan 2 jempol.

“Yang nggak pedes buat siapa?”

“Buat lo.”

“Ih! Gue mau pedes!”

“Jangan, nanti sakit perut,” larangnya. Namun, Nora merenggut ingin memakan pedas. Gafa mana tega kalau Nora sudah begini.

“Yaudah-yaudah. Tapi nanti gue yang tuangin sambelnya.” Langsung ia tersenyum senang walaupun pasti sambal yang dituangkan Gafa tidak banyak.

Akhirnya makanan untuk hari ini datang. Bau harum dari bakso mengisi ruangan, siapapun yang mencium harumnya pasti ingin memakannya, seperti Gafa dan Nora.

“Selamat menikmati,” ucapn Akang menaruh dua mangkok di atas meja.

“Makasih, Kang.”

“Makasih, Pak,” ucapnya bersamaan yang membuat Akangnya tersenyum lalu meninggalkan mereka untuk waktu berdua.

“Tuangin,” pinta Nora memberikan mangkok sambel dan sendok.

Gafa yang mempunyai ide jahat pun ia meraih sendok, lalu mengambilkan sambel hanya setitik merah. “Segini ‘kan?” tanyanya.

“MANA ADA SAMBEL SEGITU!!” omelnya karena tingkah Gafa yang membuatnya emosi.

“Okey, lagi.” Gafa menyendokan sambel yang hampir tidak mengenai isi sambelnya. “Nih, udah cukup.”

“Kok sama aja kaya tadi,” protesnya.

“Ini nambah. Nih liat ada biji cabainya.” Gafa menunjukan biji cabai yang ada di ujung sendok.

Nora menghela nafasnya mengambil paksa sendok dari Gafa dan mencampurkan ke mangkok baksonya.

Gafa terkekeh mencubit pipi Nora gemas. “Jangan marah, nih ambil sendiri, dikit aja tapi.”

Nora yang tadinya merenggut sebal sekarang menjadi tersenyum mengambil sambel lebih sedikit dari biasanya. ia tak mau Gafa melarangnya lagi.

Mereka sangat menikmati bakso walaupun harganya tidak terlalu mahal, tapi kebahagian bisa seperti ini cukup mahal. Gafa sengaja memesan kepada pemilik warung bakso untuk menutup warungnya lebih awal pada malam hari, dan berjanji akan membayarnya 2x lipat dari hasil jualan hari ini. Ia sangat ingin date pertama dengan makanan kesukaan Nora.

Btw, ini date pertama kita,” ucap Gafa memandangi Nora yang sedang mengunyah bakso besar sampai pipinya besar sebelah.

“Oh ya? Berarti kita harus sering dateng ke tempat ini,” katanya setelah berhasil menelan bakso besar itu bulat-bulat.

“Alasannya?”

“Biar inget aja kalau ini tempat pertama yang kita datengin awal date, hehehehe.”

Gafa mengangguk paham seakan-akan menyetujuinya.

“Abis ini ada rencana mau kemana nggak?” tanya Gafa.

“Ada sih…. Cuma kayanya nggak hari ini, besok gue ada photoshoot sama meeting buat acara fashion show,” katanya dengan nada sedih.

It’s okay, masih ada hari lain. Semangat yaa! Nanti aku dateng buat acara fashion shownya.”

“Aku-akuan nih sekarang?” tanyanya tersenyum meledek.

“Lo— Kamu juga dong.”

Nora tertawa dengan sikap Gafa yang tidak bisa di tebak. Masa ia tiba-tiba ngajak ngomong aku-kamu? Walaupun ini hal yang wajar di dalam sebuah hubungan, tetap saja Nora canggung. Beda lagi kalau sudah dengan Kenzo, ia memang dari dulu berbicara dengan aku-kamu karena menghormatinya sebagai kakak tingkat.

“K—kamu umur berapa?” tanyanya tiba-tiba.

“Aku umur lima tahun.” Gafa menunjukan lima jari-jarinya.

“HAHAHAHA! Apa sih! Tiba-tiba banget.” Nora tertawa. Namun, Gafa menaruh sikutnya di atas meja sebagai tumpuan menatap Nora dalam.

“Nora,” panggilnya.

“Apa?” jawabnya tanya melihat ke depan masih sibuk dengan makanannya.

“Sini dulu aku mau ngomong.”

“Apa? Mau ngomong apa?” Kini ia melakukan hal yang sama seperti Gafa, menaruh sikutnya sebagai tumpuan dagu dan netra mereka berlawanan.

“Nora, you can let me know if you need anything.” ucapnya dalam.

“Contohnya?”

“Kalau kamu lagi capek sama semuanya kamu bisa dateng ke aku buat cerita semuanya. Jangan ditahan sendirian, okay? Aku bisa jadi pacar, tunangan, dan teman sekaligus buat kamu, yang lain nggak bisa.”

“Pamer,” ledeknya.

“Sesekali lah. Emang yang lain bisa jadi aku?”

Kini Nora berdehem seraya berpikir. “Bisa kok!”

“Kalau dia bisa jadi yang kedua juga percuma, kamu pulangnya juga ke aku.”

Sudah bisa ditebak pasti wajah Nora sekarang merah seperti tomat. Kata-kata yang keluar dari mulut Gafa sangat terdengar asing baginya, dulu Kenzo pernah berkata seperti itu. Namun, setiap kali Nora bercerita tentang hari ini pasti ia langsung mengalihkan pembicaraan bahwa ia sangat sibuk dan tidak punya waktu untuk sekedar mendengar bahkan membaca cerita darinya.

“Kalau gu— maksudnya aku cerita didengerin nggak?” tanyanya.

“Dengerin musik rock seharian aja aku sanggup, gimana dengerin cerita kamu setiap harinya? Pasti aku dengerin, Nora.”

“Janji ya?” Nora mengulurkan jari kelingking kecilnya.

Gafa tersenyum mengaitkan jari kelingking miliknya. “Janji.”

Sepertinya malam ini adalah malam yang terindah menurut Gafa, alasannya masih sama seperti yang sebelumnya. Nora adalah salah satu alasan ia bahagia. Tidak bisa ada yang mengalahkan tahta dihati Gafa sampai saat ini, hanya Nora seorang. Jika seseorang bertanya kepadanya ‘Kenapa harus Nora?’ Lantas Gafa menjawab ‘Karena ia adalah Nora. Perempuan yang sangat special yang diberikan kesempatan untuk tinggal bersamanya sampai takdir berkehendak.’

Di bawah sinar rebulan purnama dan suara deru ombak yang berlomba-lomba sampai ke pesisir, disitulah ada sepasang orang sedang jatuh cinta bersandar gurau bagaikan dunia ini seperti milik berdua.

Sang tuan dengan sangat tenang memandangi wajah perempuan yang berada duduk tepat di sebelahnya. “Lagi ngapain? Meditasi?” tanyanya.

“Berdoa,” jawabnya santai dengan mata yang masih tertutup.

“Kenapa tuh berdoa?”

“Berdoa supaya kita semakin deket gimana?”

“Oh gitu, yaudah di Aminin.”

“Semakin deket dalam berteman ‘kan?” candanya tertawa kecil.

“Berteman ya? Nggak dulu deh.” Gafa membalas candaan yang Nora buat.

“Kalau lebih dari temen di Aminin nggak?”

Gafa membersihkan tangannya dari pasir pantai, dan menatap netra cantik berwarna coklat dalam-dalam sampai membuat sang puan mengedipkan matanya berkali-kali.

“Aminin, Amin paling besar itu,” jawab Gafa dengan percaya diri level maksimal.

“Berarti sahabat?”

Gafa tertawa terpaksa, apa yang harus diharapakan dari seorang Nora. “Oh sahabat, yaudah deh boleh,” ujarnya lemas.

Nora tertawa seraya menutup mulutnya dan mengalihkan pandangannya menatap bintang dan bulan malam hari ini begitu cerah, sama seperti malam di taman belakang saat itu.

“Emang kalau lebih dari sahabat dibolehin ya?” tanyanya lagi.

Gafa langsung mengangguk semangat dan berkata. “Boleh! Boleh banget.”

Lagi-lagi Nora dibuat tertawa dengan kelakukan Gafa, sepertinya ia memang benar-benar suka kepadanya.

“Jadi sahabat atau lebih?”

“Lebih dari sahabat.”

“Kalau lebih dari sahabat apa?”

“Apa?” Gafa membalikan pertanyaan.

“Apa coba?”

“Apa ya…?” ucapnya mengantungkqn akhir kalimat.

Nora masih setia menunggu jawaban dari Gafa.

“Jadi teman aja deh,” ujar Gafa dengan nada pasrah.

“Oh, teman aja nih?” ucap Nora kecewa yang sebenarnya mengharapkan lebih.

“Iya, teman hidup tapi.”

Nora tersedak ludahnya sendiri saat mendengar kalimat ‘teman hidup’ dari mulut Gafa. Sehingga, membuat pria yang di sebelahnya tertawa di atas penderitaanya.

“Teman hidup banget nih?”

“Iya, kalau temen mati ‘kan nggak bisa.”

“Temen mati tuh ada bunda, kalau temen hidup ada Elle sama Dextar.”

“Berarti gue nggak dianggap?” protesnya dengan sangat dramatis.

“Ada papa, ada bang Jaw sama Hanniel.” Nora masih melanjutkan kalimatnya, pura-pura tidak mendengar ucapan Gafa tadi.

“Kalau gue apa?” Gafa masih tidak mau menyerah dan berubah tempat duduknya menjadi menghadap Nora.

Nora terkekeh dan menjawab, “Teman hidup juga.”

“Teman hidup?”

“Iya, teman hidup dan mati.”

Gafa yang merasa gemas tidak tertahan memeluk Nora erat mengalahkan pelukan orang yang takut kehilangan. Nora kaget dengan Gafa yang tiba-tiba memeluknya pun ingin membalas pelukannya tapi gengsinya cukup besar. Jadi ia hanya menepuk-nepuk punggung Gafa pelan.

“Sebentar aja,” ucap Gafa menenggelamkan wajahnya di curuk leher jenjang Nora yang ternyata ia masih memakai kalung liontin pemberiannya.

Masih dengan menepuk-nepuk punggung Gafa. “Lama juga boleh.”

Gafa terkekeh dan menyembunyikan wajah salah tingkahnya di curuk leher sebelah kanan, yang dapat membuat sang puan kegelian dan tersenyum.

“Nora,” panggilnya di dalam sadaran pelukan.

Hmm?

“Pacaran yuk.”

“Ayo.”

Sepertinya malam ini adalah malam yang terindah menurut Gafa, alasannya masih sama seperti yang sebelumnya. Nora adalah salah satu alasan ia bahagia. Tidak bisa ada yang mengalahkan tahta dihati Gafa sampai saat ini, hanya Nora seorang. Jika seseorang bertanya kepadanya ‘Kenapa harus Nora?’ Lantas Gafa menjawab ‘Karena ia adalah Nora. Perempuan yang sangat special yang diberikan kesempatan untuk tinggal bersamanya sampai takdir berkehendak.’

Dibawah sinar rebulan purnama dan suara deru ombak yang berlomba-lomba sampai ke pesisir, disitulah ada sepasang orang sedang jatuh cinta bersandar gurau bagaikan dunia ini seperti milik berdua.

Sang tuan dengan sangat tenang memandangi wajah perempuan yang berada duduk tepat di sebelahnya. “Lagi ngapain? Meditasi?” tanyanya.

“Berdoa,” jawabnya santai dengan mata yang masih tertutup.

“Kenapa tuh berdoa?”

“Berdoa supaya kita semakin deket gimana?”

“Oh gitu, yaudah di Aminin.”

“Semakin deket dalam berteman ‘kan?” candanya tertawa kecil.

“Berteman ya? Nggak dulu deh.” Gafa membalas candaan yang Nora buat.

“Kalau lebih dari temen di Aminin nggak?”

Gafa membersihkan tangannya dari pasir pantai, dan menatap netra cantik berwarna coklat dalam-dalam sampai membuat sang puan mengedipkan matanya berkali-kali.

“Aminin, Amin paling besar itu,” jawab Gafa dengan percaya diri level maksimal.

“Berarti sahabat?”

Gafa tertawa terpaksa, apa yang harus diharapakan dari seorang Nora. “Oh sahabat, yaudah deh boleh,” ujarnya lemas.

Nora tertawa seraya menutup mulutnya dan mengalihkan pandangannya menatap bintang dan bulan malam hari ini begitu cerah, sama seperti malam di taman belakang saat itu.

“Emang kalau lebih dari sahabat dibolehin ya?” tanyanya lagi.

Gafa langsung mengangguk semangat dan berkata. “Boleh! Boleh banget.”

Lagi-lagi Nora dibuat tertawa dengan kelakukan Gafa, sepertinya ia memang benar-benar suka kepadanya.

“Jadi sahabat atau lebih?”

“Lebih dari sahabat.”

“Kalau lebih dari sahabat apa?”

“Apa?” Gafa membalikan pertanyaan.

“Apa coba?”

“Apa ya…?” ucapnya mengantungkqn akhir kalimat.

Nora masih setia menunggu jawaban dari Gafa.

“Jadi teman aja deh,” ujar Gafa dengan nada pasrah.

“Oh, teman aja nih?” ucap Nora kecewa yang sebenarnya mengharapkan lebih.

“Iya, teman hidup tapi.”

Nora tersedak ludahnya sendiri saat mendengar kalimat ‘teman hidup’ dari mulut Gafa. Sehingga, membuat pria yang di sebelahnya tertawa di atas penderitaanya.

“Teman hidup banget nih?”

“Iya, kalau temen mati ‘kan nggak bisa.”

“Temen mati tuh ada bunda, kalau temen hidup ada Elle sama Dextar.”

“Berarti gue nggak dianggap?” protesnya dengan sangat dramatis.

“Ada papa, ada bang Jaw sama Hanniel.” Nora masih melanjutkan kalimatnya, pura-pura tidak mendengar ucapan Gafa tadi.

“Kalau gue apa?” Gafa masih tidak mau menyerah dan berubah tempat duduknya menjadi menghadap Nora.

Nora terkekeh dan menjawab, “Teman hidup juga.”

“Teman hidup?”

“Iya, teman hidup dan mati.”

Gafa yang merasa gemas tidak tertahan memeluk Nora erat mengalahkan pelukan orang yang takut kehilangan. Nora kaget dengan Gafa yang tiba-tiba memeluknya pun ingin membalas pelukannya tapi gengsinya cukup besar. Jadi ia hanya menepuk-nepuk punggung Gafa pelan.

“Sebentar aja,” ucap Gafa menenggelamkan wajahnya di curuk leher jenjang Nora yang ternyata ia masih memakai kalung liontin pemberiannya.

Masih dengan menepuk-nepuk punggung Gafa. “Lama juga boleh.”

Gafa terkekeh dan menyembunyikan wajah salah tingkahnya di curuk leher sebelah kanan, yang dapat membuat sang puan kegelian dan tersenyum.

“Nora,” panggilnya di dalam sadaran pelukan.

Hmm?

“Pacaran yuk.”

“Ayo.”

Semuanya kini berada di meja makan yang diletakan sengaja berdekatan dengan pinggir pantai yang dapat menciptakan suasana kekeluargaan.

Makanan yang dihidangkan cukup banyak untuk lima orang yang seharusnya enam orang. Ayah Gafa akan menyusul ke pulau esok hari seteleh menyelesaikan pekerjaannya.

Suara dentingan garpu berlawanan dengan piring yang mengisi suasana. Mereka fokus dengan dunia masing-masing sampai akhirnya Sarah membuka perbincangan.

“Kerjaan kalian gimana aman?” tanyanya.

“Aman kok, Mah” jawab Gafa membersihkan sisa makanannya.

“Kalau Nora?” Kini netra Sarah beralih ke Nora, calon mantu kesayangannya.

“Aman Mah, aku back kerjaan senin depan.”

Sarah tersenyum. “Semangat ya. Kalau ada apa-apa ke Gafa aja, Nora.”

“Okey, Mah.”

Suasana kembali hening.

“Oh iya! Nanti Ale katanya mau adain konser Orchestra habis kelulusan, kalian dateng ya,” ujar Sarah memeluk pundak Aleyyah yang berada di sebelahnya.

Ih! Mama itu belum pasti tau,” hardik Ale merasa malu.

“Loh serius, Le?” tanya Nora penasaran.

Sarah mengangguk antusias. “Kerenn!” serunya menunjukkan dua jempol.

“Berarti abis lulus langsung tanda tangan kontrak ke perusahaan musik dong?” tanya Gafa.

“Iya, tapi sambil kuliah. Kalau nggak kuliah diomelin ayah,” ucap Ale kecewa.

“Kuliah sama kaya sekolah TK nggak, Mah?” Kini Geral mulai bertanya.

Semuanya tertawa saat mendengar pertanyaan Geral yang sangat lucu dan ingin tahunya. “Beda dong sayang. Kuliah itu pelajarannya lebih susah cuma buat orang dewasa aja. Nanti Geral kalau sudah besar juga akan ngerasain kuliah sama kaya ayah, Mama, A’a dan Kak Nora dulu.”

“Pasti ribet ya? Geral nggak mau kuliah, Mah! Ribet.”

Gafa hanya tertawa untuk menanggapinya. “Nggak dong Geral… Ada yang namanya belajar dan usaha, pasti bisa ngerjain seluruh tugasnya kalau kamu ada kemauan,” jelas Nora untuk berubah pikir keritis Geral yang masih kecil ke arah positif.

“Nah! Bener kata Kak Nora, semuanya pasti ada rintangannya dan jalan keluarnya. Jadi, Geral harus semangat sekolahnya!”

“Bener! Jangan bilang nggak mau sekolah kalau nggak dibeliin hot wheels,” sindir Gafa.

“MAMA, A’A BOHONG!!”

Ada saja tingkah dari anak-anak yang membuatnya semakin merasa kehangatannya. Memang keluarga Halingga sangat berjauh beda dengan keluarga Matwous, mungkin karena jarak waktu yang sudah berbeda jauh dan sudah punya kesibukan masing-masing. Sungguh Nora sangat meridukan kehangatan ini, ia juga merindukan kehangatan seorang Ibu.

“Nor?” panggil Gafa yang membuat lamunan Nora buyar.

“Kenapa? Ngantuk?” tanyanya memastikan.

“Nggak kok! Gapapa,” jawabnya singgap.

“Nyanyi yuk?”

“Nyanyi apa?”

“Lagu Meant to Be, tau nggak?”

“Suara gue jelek banget serius.”

“Gapapa, ayo.” Gafa bangkit dari kursi makan dan membawa Nora ke depan untuk mengambil mic.

“Suara gue jelek, Gaf,” bisik lirih Nora ditelinga Gafa.

Stttt, diem.” Gafa menutup mulut Nora dengan jari telunjuk di depan bibirnya yang membuat Nora terdiam.

Ehem-ehem. Selamat malam buat Mama dan Adik-adikku, malam ini Gafa sama Nora mau membawakan lagu untuk mengisi malam yang cukup panjang ini.” Seluruh intensi kini menuju ke mereka berdua, tak hanya Mama, Ale, dan Geral. Seluruh pekerja dan mungkin saja makhluk-makhluk hidup yang berada di laut lepas di sini pun menuju kepada mereka berdua.

“WUHUUU!! AYO KAK NORA NYANYII!” seru Aleyyah dari meja makan.

Nora tersenyum dan menaikan mic di depan mulutnya. “Iya, aku nyanyi.”

“YEAYYYY!!!!”

Alunan musik mulai dimainkan dan Gafa menatap netra Nora menyakinkannya untuk bernyanyi. Bait pertama dari lirik pun mulai Nora nyanyikan dan dilanjutkan oleh Gafa.

Keduanya berhadapan yang membuat semua orang melihatnya sangat berchemistry saat menatap netra satu sama lain.

It feels like you and me are the same But we're meant to be and we're happy With all of these creatures inside as we try not to cry I think we're the same We are meant to be

Kini mereka bernyanyi penuh menjiwai seakan-akan lagu ini memang diciptakan untuk mereka yang sangat relate. Sejujurnya Gafa pun tidak tahu kalau Nora mempunya suara sebagus ini, ia cukup kagum dengan apa yang Nora punya.

Semua yang melihat pasangan ini bernyanyi untuk pertama kalinya dibuat salah tingkah. Mereka memang sangat cocok, untung takdir menemukan mereka lebih cepat dan semoga untuk selamanya.

Cheers to the story of our life, our life Tell me that you're happy now Promise that you'll never ever feel alone I will fix the broken pieces of you, dear The world is cruel but I know you'll be fine tonight 'Cause now I'm around

Hampir dipenghujung lagu penonton bertepuk tangan bahagia mendengar suara indah yang sangat menyatu. Sarah cukup haru dan bahagia karena anaknya sudah mempunyai arah jalan pulangnya.

“Suara lo bagus. Kita emang cocok deh, Nor?” ucap Gafa tersenyum.

“Iya emang,” ujar Nora dengan memutarkan matanya meledek salah tingkah.

“Untung udah tunangan.”

“Tapi belum resmi diantara kita berdua.”

“Ayo?”

“Nggak,” elak Nora dengan cepat. Kalau ia bilang ‘mau’ mau ditaro dimana harga dirinya.

“Bilang aja mau, jangan gengsi gitu,” ledek Gafa tersenyum meledek mendekati Nora.

Shut up, Gafabel.”

“Mau ya? Mau kan?”

“APA SIH!”

“HAHAHAHAHA.”

Sedangkan yang di meja makan kebingungan dengan perilaku mereka, tadi bersikap seolah keduanya sama-sama jatuh cinta, sekarang malah seperti kucing dan anjing.

“Itu mereka kenapa, Mah?” tanya Geral.

“Lagi pacaran,” jawab Sarah enteng seraya melihat keduanya sedang lari-larian di pesisir pantai malam.

“Gaf, udah pake sunblock belum?” tanya Nora yang sudah berganti pakaian sambil membawa sunblock menghampiri Gafa yang sedang sibuk mengurusi kapal.

“Belum.”

“Sini.” Gafa dengan senyuman lebarnya datang menghampiri Nora dan siap untuk dipakaikan sunblock olehnya.

“Pake sendiri.” Sial ekspetasi ia terlalu tinggi kepada Nora.

“Tangan gue kotor.” Nora melirik tangan Gafa yang penuh dengan oli hitam, lalu menuangan sunblock ke tangannya untuk mengoleskan ke wajah serta tangan Gafa.

“Sinian, ketinggian.”

Gafa menurunkan sedikit kakinya agar sejajar dengan tinggi Nora. Netra mereka sama-sama bertemu, bedanya Nora langsung mengambil sedikit sunblock ke tangannya dan mulai memakaikannya di wajah Gafa. Sedangkan Gafa tidak melepaskan kontak matanya untuk melihat wajah Nora yang cantik dan memerah terkena sinar matahari. Gafa menggunakan tangan kanannya untuk menutupi sinar matahari agar silaunya tidak ke wajah Nora.

“Selesai.”

“Nih pake, silau soalnya,” kata Gafa seraya mengeluarkan kacamata hitam miliknya yang mengantung dibaju dan memakaikannya.

Thanks.” Gafa mengangguk dan memanggil Aleyyah untuk segera keluar dari Villa.

“Mama kemana, Gaf?” tanya Nora yang sedari tadi tidak melihat keberadaannya.

“Di belakang lagi cek anak keempatnya.”

“Hah? Siapa?”

“Pohon.” Nora tertawa dan mengetahui satu hal bahwa Mama Gafa sangat menyukai tumbuh-tumbuhan. Pantesan rumah Gafa banyak koleksi tumbuhan, ternyata itu punya sang Mama.

Pucuk dicinta ulam pun tiba, akhirnya Aleyyah keluar dari Villa bersama Geral dan Sarah. Mereka menaiki boat masing-masing. Aleyyah dengan Geral dan Gafa dengan Nora. Sedangkan Sarah hanya memantau menaiki kapal yang membawanya kemari.

“Pegangan Nor, takut jatuh nanti,” pinta Gafa saat ingin menyalakan mesin. Nora pun melingkarkan tangannya berada di pinggang Gafa dengan erat.

Gafa merasakan kupu-kupu yang mulai berterbangan di dalam dadanya. Ia tak pernah lepas senyuman manisnya dari tadi.

“Jangan kepinggiran, tengah aja!” kata Gafa dengan sedikit teriak agar di dengar oleh Aleyyah.

“IYAA!!” serunya.

“Hati-hati kalian, jangan ngebut ya!” ucap Sarah dari atas kapal.

“Iya, Mah!”

Gafa mulai memutarkan gas mesin dan boat berjalan pelan menyamakan dengan kecepatan Aleyyah yang tak jauh dari sisinya. Sesekali ia melihat Nora dari sisi spion, melihat wajah paniknya saat ia mulai sedikit kecepatannya.

“Gue ngebut ya Nor? Boleh nggak?” tanyanya.

“Jangan gila,” ucap Nora yang wajahnya sudah merah padam karena panas campur panik.

Gafa yang iseng ingin mengerjakan Nora pun mulai mengengaskan kecepatan mesin meninggalkan Aleyyah serta Geral yang berada di sampingnya. Refleks Nora memeluk Gafa erat karena kaget hampir terjungkal ke belakang dibuatnya.

“GAFA!!” teriaknya seraya menenggelamkan wajahnya di punggung Gafa ketakutan. Sedangkan yang mengerjakan tertawa berbahak-bahak saat Nora langsung memeluknya dan berteriak memanggil namanya.

“Sinting,” omelnya mencubit pinggang Gafa yang dengan sangat keras.

“IYA NORR IYA!! HAHAHAHA AMPUNN!” lirih Gafa berusaha melepaskan cubitan Nora dari pinggangnya dan memperlambat kecepatan.

Pria tersebut mengarahkan boat ke tempat yang bagus untuk melihat matahari tenggelam bersama Nora. Saat sudah menemukan tempat yang cocok ia mematikan mesin boat dan menoleh ke belakang memastikan kondisi Nora yang masih memeluknya erat.

“Udah nggak ngebut, Nor,” ucapnya terkekeh.

Nora yang menyadari itu langsung melepaskan tangannya dari pinggang Gafa canggung.

“Ale sama Geral kemana?”

“Paling di sana,” katanya seraya menunjuk arah selatan.

Suasana menjadi hening, hanya suara deru ombak laut yang kencang dan angin laut yang menerpa wajah, sangat sejuk. Matahari hampir tenggelam, langit-langit menjadi warna jingga. Lumba-lumba mulai naik melompat ke atas permukaan air yang menarik perhatian Nora dan Gafa.

“Lumba-lumbanya lucu,” ucap Nora menaruh wajahnya di atas pundak Gafa.

“Iya lucu, mau liat lebih deket nggak?”

“Jangan nanti dia takut ngeliat lo.”

“Mana ada,” ujar Gafa yang terdengar seperti merajuk.

Nora tersenyum menyenderkan kepalanya di pundak Gafa, akhirnya ia bisa melihat matahari tenggelam dari sisi laut. Tentunya bersama Gafa.

Gafa diam-diam memperhatikan Nora dari kaca spion yang mengarahkan ke wajahnya. Manik-manik coklat terlihat dari matanya serta pipinya yang berwarna pink dan bibir kecilnya yang sangat imut.

“Cantik.”

Hmm?

“Lo cantik.”

I love you.” lanjutnya.

Nora bergeming tak sadarkan diri setelah Gafa berbicara seperti itu. Ia mulai berasa mulas seperti perutnya di kelitiki oleh cacing-cacing di dalamnya.

I love you too.

Seketika Gafa menoleh ke belakang, terkejut dengan balasan yang ia dengar dari bibir Nora.

“Gue salah denger?”

Nora menggeleng seraya tertawa.

“Coba sekali lagi,” pintanya

I love you, Gafa.”

Dua perempuan dengan tinggi yang hampir sama rata datang membawa box tempat untuk minuman di tangannya, Aleyyah meninggalkan sepasang tunangan itu untuk memberikan minuman untuk Mama dan supir yang sedang check kapal.

“Nih ice americano.” Nora menyuguhkan minuman di depan wajah Gafa.

Gafa yang sudah melihat sesuatu dari jauh sejak Nora datang segera melepaskan jaketnya dan mengikatnya dipinggang Nora.

“Maaf, itu ada merah. Ayo ke kamar mandi dulu,” bisiknya.

Nora refleks lihat ke belakang dan benar saja ada merah-merah dicelananya. Gafa mengambil alih box minuman ke tangannya lalu menarik Nora ke toilet pelabuhan. Nora sangat malu sekarang, apalagi Gafa yang memberi tahunya. Sudahlah muka ia mau ditaro dimana nanti.

“Toilet di sebelah sana, masuk aja gue mau ke minimarket depan,” ucap Gafa seraya menunjuk tempat toilet perempuan.

Nora melihat arah yang ditunjuk Gafa dan mengangguk. “Btw, gue harus beli yang merek apa, Nor?”

“Yang apa aja,” ucap Nora sebelum pergi meninggalkan Gafa ke toilet.

Pria tinggi dengan wajah tegas memasuki minimarket dan mencari rak keperluan khusus perempuan. Ia cukup kebingungan untuk harus mengambil yang mana, karena di sini cukup banyak merek yang berbeda dan warna yang berbeda. Walaupun Nora bilang ‘yang mana aja’ tetap saja membuatnya ragu untuk mengambil barang tersebut.

“Cari apa, Mas?” tanya ibu-ibu yang sedari tadi melihat Gafa kebingungan.

“Oh, cari ini, Bu,” jawab Gafa mengambil pembalut dengan canggung.

Ibu itu tertawa kecil melihat tingkah Gafa. “Itu buat pacarnya ya Mas? Beruntung banget pacarnya punya pacar kaya Mas-nya ini.”

“Hehehe, buat tunangan saya Bu ini.”

Ibu tersebut terkejut menutup mulutnya tak percaya, Gafa hanya terkekeh menahan salah tingkah.

“Biasanya cewek-cewek pakai yang ini Mas, siapa tau sama kaya yang dipakai tunangan Mas-nya.” Ia mengambil merek lain yang sering dibeli oleh kebanyakan perempuan.

“Oh iya, makasih banyak ya, Bu.”

“Iya sama-sama, Mas.”

Gafa segera menuju kasir untuk membayar beberapa barang yang diperlukan dan cemilan untuk Nora. Ia melirik ke belakang untuk melihat Ibu tadi, lalu mengeluarkan 5 lembaran uang merah ke Mba kasir.

“Mbak, kalau ibu-ibu tadi udah mau bayar pakai uang ini aja, ya?”

“Loh? Itu kan duit Mas?” ucap Mbak kasir kebingungan.

“Nggak, ini emang sengaja buat bayarin ibu tadi.”

“Oh…. Paham-paham.”

Gafa tersenyum mengambil plastik belajaannya dan pergi dari minimarket untuk memberikan keperluan Nora.

“Pakai debit bisa nggak, Mbak?” tanyanya seraya mengeluarkan kartu debit dari dompetnya.

“Maaf Bu, tapi belajaan Ibu sudah dibayarkan sama mas-mas yang tadi.”

“Serius?” ucapnya tidak percaya.

Mbak kasir mengangguk. “Anak baik pantesan jodohnya cepat sampai, semoga langgeng sampai akhir hayat.” batinnya.


Gafa berdiri tak jauh dari toilet, menunggu Nora keluar setelah ia titipkan barang tadi kepada mbak-mbak yang ingin masuk ke dalam toilet.

Akhirnya gadis itu keluar setelah 15 menit lamanya. Ia berjalan sambil bermain ponsel, membalas pesan dari adiknya Hanniel tanpa menghiraukan sekitarnya, sampai-sampai ia tidak sengaja menabrak orang asing dan menumpahkan kopinya ke kemeja putih Nora.

“Eh maaf, Mbak,” lirih Nora panik seraya membersihkan noda kopi di baju mbaknya.

“Aduh!! Kalau jalan liat-liat dong, baju gue kotor ‘kan!” geramnya menepis tangan Nora yang berusaha membersihkan noda di bajunya dengan tatapan sinis.

“Maaf Mbak, sini bajunya saya bersihin.” Nora yang sudah perkirakan mbaknya akan marah. Ia kembali membersihkan noda coklat di baju milik Mbaknya tanpa memperdulikan noda yang lebih banyak di kemeja putih yang ia kenakan.

Mbak tersebut merasa risih dengan perlakuan Nora dan menepis tangannya. “Gantiin kopi gue! SEKARANG!!” pekiknya.

“Nih kopi lo,” ucap Gafa memberikan kopi yang Nora beli tadi di depan mukanya.

“Cewek gue nggak sengaja nabrak lo dan udah minta maaf juga. Lagipula noda kopi dibaju lo nggak seberapa dibaju cewek gue, putih lagi,” jelasnya berdiri di depan Nora.

“Tapi cewek lo tuh merusak baju mahal gue!” bentaknya menunjuk-nunjuk Nora dengan telunjuknya.

Gafa menghela nafasnya frustasi dan mengeluarkan 5 lembar uang merah kembali dari dompet hitamnya. “Nih, beli lagi. Cukup nggak?” tanyanya meledek.

Nora yang berada di belakang punggung Gafa tertawa saat mbak yang memarahinya menerima uang pemberian dari Gafa.

“Cewek gue tadi minta maaf, dimaafin nggak?”

“Iya dimaafin,” ucapnya ketus.

Gafa menarik tangan Nora untuk bersalaman sebagai tanda damai. “Salaman?”

Nora mengulurkan tangannya dan dijabat sebagai salam perminta maafan. Gafa yang melihat jabatan tangan itu tersenyum lalu membiarkan orang itu pergi tanpa membersihkan kemeja Nora.

“Gapapa?” lirih Gafa khawatir mengecek seluruh badan gadis itu dengan tangannya.

Nora mengangguk seraya melepaskan tangan Gafa dari pundaknya. “Gapapa kok tenang, makasih ya?”

“Kewajiban,” ucao Gafa tersenyum dengan tangannya yang bergerak merapihkan rambut Nora yang berantakan tertiup angin.

“Ke toilet lagi, gih. Nanti gue minta Ale cariin baju lo.”

“Okey.”

Nora kembali ke dalam bilik kamar mandi untuk membersihkan noda kecoklatan kopi sambil meneteskan air matanya. Peroid hari pertamanya sudah menguras energi dan emosi sebanyak ini. Padahal ini baru setengah hari. Ia sungguh malu dan merasa bersalah juga kepada Gafa yang telah membantunya. Untungnya jaket milik Gafa tidak kotor, sehingganya rasa bersalah Nora sedikit berkurang.

“Gafa tampil jam berapa sih?”

“SUMPAH NGGAK SABAR BANGET NUNGGU GAFA!”

“Yang nggak nonton nih konser rugi besar sih gila.”

Begitulah percakapan antar fans yang Nora dengar dengan telinganya sendiri. Sejujurnya ia juga tidak sabar dengan penampilan yang akan Gafa bawakan.

“Eh, Gafa abis ini!” seru Elle yang berada disebelahnya menepuk-nepuk pundak Nora bersemangat.

“Jangan lemes duluan Nor, beluman keluar anaknya,” ujar Dextar menahan tawanya.

“Mana ada lemes? HUWOOO WOOO GAFA!!” ledek Nora berteriak saat musik mulai terdengar yang menandakan Gafa akan segera naik ke atas panggung.

Kedua temannya tertawa puas saat mendengar Nora berteriak memanggil nama Gafa, tunangan sahnya kemarin.

Kehadiran Gafa diatas panggung membuat para penonton berteriak histeris saat ia menyapa seluruh fans yang hadir di sini.

“Halo semuanya, selamat malam,” sapa Gafa dengan nada ramah kepada penonton.

“MALAMM!!!”

“SELAMAT MALAM GAFA!!”

“Malam Abel,” jawab Nora di dalam hati.

“Masih semangat nggak nih buat nyanyi bareng lagi??”

“SEMANGAT BANGET GAFFF!!! IYA NGGAK KAWANKU!??” ujar Elle kepada kedua temannya yang terlihat tidak bersemangat, sepertinya hanya dirinya di sini yang sangat exctied.

“Hehehe, iya semangat banget!” seru Dextar yang dibuat-buat.

Sedangkan Nora hanya tertawa kecil dan menikmati konser dengan tenang.

“Ah! gue punya temen nggak ada semangat hidupnya!” gerutu Elle yang membuat penonton lain tertawa mendengarnya.

“Lagu pertama ini special gue bawain buat seseorang yang tentunya special juga buat gue. Dia orang yang baru-baru ini buat gue jadi semangat buat jalanin keseharian hidup gue, walaupun belum tentu kita bisa sampai akhir sama-sama semoga lo suka ya?” kata Gafa dengan penuh penekanan.

Suara riweuh semakin terdengar membuat penonton bertanya-tanya sekaligus salah tingkah dibuatnya. Untuk siapa lagu ini dibawakannya? Tentu saja buat Seinora Clauvvie.

Di dalam masker hitamnya Nora tersenyum lebar sampai-sampai mata yang tertutup dengan topi membentuk seperti bulan sabit.

“Cieee, buat lo tuh,” bisik Elle yang ikutan salah tingkah.

Nora tidak menghiraukannya sama sekali ia hanya ingin fokus menonton dan mendengar suara Gafa.

Pria diatas panggung mulai mengenjreng gitar merah kesayangannya lalu bernyanyi dengan penuh makna yang tersirat. Sesekali ia mencari keberadaan sang tunangan agar perasaannya lebih tenang.

Hello there
 Are you doing fine?
 Every night thinking about you
Would like to spend my life with you
 Those eyes that always make me feel like home
 And you will just always be something that I'll never have
Everytime I had the chance to have a conversation with you
I'm always feeling nervous and I don't know what to do

Gafa berjalan menuju tribun yang Nora duduki bersama dua temannya, mencari-cari keberadaan Nora. Namun, ia tidak kunjung menemukannya.

Dengan segala gengsi dan keberanian Nora berteriak memanggil nama Gafa memberi tahu bahwa ia ada di sini ditempat ini.

Gafa yang mendengar suara Nora tersenyum mengasihkannya jari jempol, lalu pergi lagi ke stage lain untuk menyapa seluruh fans.

“ITU TADI GAFA NGASIH JEMPOL KESIAPA? OMGGGG!!!” ucap salah satu fans yang membuat Nora merasa bangga karena dinotice oleh Gafa.

Hello you
 Have a nice dream tonight
Everynight thinking about you
Would like to spend my life with you
 Those eyes that always make me feel like home

“Ini kayanya emang buat lo banget sih, Nor,” bisik Dextar yang mulai nyadari lirik lagu yang sangat romantis itu.

Gafa ternyata punya caranya tersendiri buat orang-orang disekitarnya semakin jatuh cinta dibuatnya. Bukannya terkesan lebay berlebihan, tapi menurut fansnya saja nafas Gafa buat jatuh cinta.

“Gafa tampil jam berapa sih?”

“SUMPAH NGGAK SABAR BANGET NUNGGU GAFA!”

“Yang nggak nonton nih konser rugi besar sih gila.”

Begitulah percakapan antar fans yang Nora dengar dengan telinganya sendiri. Sejujurnya ia juga tidak sabar dengan penampilan yang akan Gafa bawakan.

“Eh, Gafa abis ini!” seru Elle yang berada disebelahnya menepuk-nepuk pundak Nora bersemangat.

“Jangan lemes duluan Nor, beluman keluar anaknya,” ujar Dextar menahan tawanya.

“Mana ada lemes? HUWOOO WOOO GAFA!!” ledek Nora berteriak saat musik mulai terdengar yang menandakan Gafa akan segera naik ke atas panggung.

Kedua temannya tertawa puas saat mendengar Nora berteriak memanggil nama Gafa, tunangan sahnya kemarin.

Kehadiran Gafa diatas panggung membuat para penonton berteriak histeris saat ia menyapa seluruh fans yang hadir di sini.

“Halo semuanya, selamat malam,” sapa Gafa dengan nada ramah kepada penonton.

“MALAMM!!!”

“SELAMAT MALAM GAFA!!”

“Malam Abel,” jawab Nora di dalam hati.

“Masih semangat nggak nih buat nyanyi bareng lagi??”

“SEMANGAT BANGET GAFFF!!! IYA NGGAK KAWANKU!??” ujar Elle kepada kedua temannya yang terlihat tidak bersemangat, sepertinya hanya dirinya di sini yang sangat exctied.

“Hehehe, iya semangat banget!” seru Dextar yang dibuat-buat.

Sedangkan Nora hanya tertawa kecil dan menikmati konser dengan tenang.

“Ah! gue punya temen nggak ada semangat hidupnya!” gerutu Elle yang membuat penonton lain tertawa mendengarnya.

“Lagu pertama ini special gue bawain buat seseorang yang tentunya special juga buat gue. Dia orang yang baru-baru ini buat gue jadi semangat buat jalanin keseharian hidup gue, walaupun belum tentu kita bisa sampai akhir sama-sama semoga lo suka ya?” kata Gafa dengan penuh penekanan.

Suara riweuh semakin terdengar membuat penonton bertanya-tanya sekaligus salah tingkah dibuatnya. Untuk siapa lagu ini dibawakannya? Tentu saja buat Seinora Clauvvie.

Di dalam masker hitamnya Nora tersenyum lebar sampai-sampai mata yang tertutup dengan topi membentuk seperti bulan sabit.

“Cieee, buat lo tuh,” bisik Elle yang ikutan salah tingkah.

Nora tidak menghiraukannya sama sekali ia hanya ingin fokus menonton dan mendengar suara Gafa.

Pria diatas panggung mulai mengenjreng gitar merah kesayangannya lalu bernyanyi dengan penuh makna yang tersirat. Sesekali ia mencari keberadaan sang tunangan agar perasaannya lebih tenang.

Hello there
Are you doing fine?
Every night thinking about you
Would like to spend my life with you
Those eyes that always make me feel like home
And you will just always be something that I'll never have
Everytime I had the chance to have a conversation with you
I'm always feeling nervous and I don't know what to do

Gafa berjalan menuju tribun yang Nora duduki bersama dua temannya, mencari-cari keberadaan Nora. Namun, ia tidak kunjung menemukannya.

Dengan segala gengsi dan keberanian Nora berteriak memanggil nama Gafa memberi tahu bahwa ia ada di sini ditempat ini.

Gafa yang mendengar suara Nora tersenyum mengasihkannya jari jempol, lalu pergi lagi ke stage lain untuk menyapa seluruh fans.

“ITU TADI GAFA NGASIH JEMPOL KESIAPA? OMGGGG!!!” ucap salah satu fans yang membuat Nora merasa bangga karena dinotice oleh Gafa.

Hello you
Have a nice dream tonight
Everynight thinking about you
Would like to spend my life with you
Those eyes that always make me feel like home

“Ini kayanya emang buat lo banget sih, Nor,” bisik Dextar yang mulai nyadari lirik lagu yang sangat romantis itu.

Gafa ternyata punya caranya tersendiri buat orang-orang disekitarnya semakin jatuh cinta dibuatnya. Bukannya terkesan lebay berlebihan, tapi menurut fansnya saja nafas Gafa buat jatuh cinta.