Angry Bird
Tampaknya hari ini sangat melelahkan. Namun, rasa lelah itu hilang begitu saja, digantikan dengan ukiran senyuman manis perempuan yang berada di sebelahnya. Sangat disayangkan sekali hari ini tidak jadi menaiki biang lala yang berada di Aeon mall, pengunjung di sana sangat ramai yang mengharuskan mereka menunggu sekitar satu jam. Sedangkan matahari pada saat itu sudah mulai tenggelam, jadi mereka sepakat untuk tidak jadi menaikinya dan putar balik arah.
“Kamu mesem eskrim apa?” tanya Gafa melihat Nora yang sedang sibuk menentukan tempat eskrim dengan penjual.
“Aku mau dicup biar tangan aku nggak lengket, tapi ini kedikitan eskrimnya,” jelasnya seperti anak kecil yang sedang mengadu.
Gafa terkekeh seraya mengacak-acak atas kepala Nora. “Pesen tiga cup eskrim aja kalau gitu.”
“BOLEHH??!” Seketika Nora sumringah menatap Gafa.
Laki-laki yang di sebelahnya mengangguk, mengizinkannya untuk membeli sebanyak lima cup eskrim.
“YESSSSS!!!”
“Mas, pesen tiga cup rasa vanilla semua!!”
“Hahaha astaga…” Gafa menggelengkan kepala seraya mengeluarkan lembaran uang untuk dibayar.
Selesai mendapatkan eskrim Nora memakan cup satu di tangannya dan dua lainnya di pegangkan dengan Gafa. Oh iya, mereka baru saja bertukar hadiah sebelum turun dari mobil, dan kalian tahu kado apa yang mereka beli? Baju? Salah, casing handphone? Salah, gantungan kunci? Salah lagi. Sandal kodok, iya mereka membeli sandal kodok dengan motif yang hampir sama. Awalnya Nora sangat marah, kenapa harus membeli barang yang sama. Padahal ia sudah susah payah mencari barang dengan harga Rp 50.000.00 di Mall. Langsung saja dijawab dengan Gafa ‘Namanya juga jodoh.’
“Itu satunya buat kamu aja,” kata Nora melirik Gafa yang masih memegang cup eskrim.
“Boleh?”
Nora mengangguk sambil makan eskrim. “Kan kamu yang beliin buat aku. Kamu juga harus cobain! Itu enak banget!”
Gafa menarik pipi kanan Nora gemas dengan tangan kanannya. “Kalau nggak enak aku marahin.”
“DIHH KOK MARAHIN AKUU! Marahin mas yang jual tadi lah!”
“Aku bercanda.”
Gafa merangkul pundak Nora agar berdekatan dengannya dan tidak di tabrak orang yang berlalu lalang mencari jajanan.
“Kamu mau main game nggak?” tanya Nora bersemangat.
“Game apa?” Pandangan Gafa mencari game apa yang dimaksud Nora.
“Itu loh game itu!! Kalau boneka angry birdnya masuk ke dalam lubang itu kita dapet hadiah!!” jelas Nora menunjuk-nunjuk orang lain yang sedang bermain.
“Oh…. Kamu mau aku dapetin hadiah?”
“IYAAA”
“Beli aja yuk. Uang aku masih banyak,” ucap Gafa beralasan agar Nora berhenti mengajaknya bermain game. Karena menurutnya hadiah yang di dapatkan tidak seberapa dengan perjuangannya memasukkan boneka tersebut ke dalam lubang. Kalau hadiahnya itu emas perak pasti Gafa mau bermain sampai yang pemilik toko bangkrut, bercanda.
“Aku nggak mau!”
“Ayolah sekali aja pleasee…” Nora menatap netra Gafa dengan mata yang berbinar-binar. Memohon agar sekali ini saja ia mau menurutinya.
Gafa yang melihat Nora sangat ingin ia memainkan permainan itu menghela nafasnya panjang.
“YESSS!! AYOKK!” Nora menarik tangan Gafa membawanya ke toko permainan yang tadi ia tunjuk.
“AKU BELUM BILANG IYA LOH?!” Sudahlah Gafa hanya bisa pasrah.
Nora langsung memesan koin sebanyak 5 agar mereka puas bermain. Gafa membuat ancang-ancang untuk melepaskan kaitan hitam agar boneka ini bisa masuk ke dalam lubang. Gadis yang di sebelahnya sangat antusias menunggu Gafa melepaskan kaitan hitam, tangan kanan Gafa melepaskan kaitan hitam melihat arah boneka itu terpental masuk atau ke arah lain. Tangannya mengenggam erat-erat di udara, feelingnya berkata bahwa boneka ini akan masuk ke dalam lubang, dan benar saja boneka itu tidak mau masuk ke dalam lubang.
Tangan yang sudah mengepal di udara seketika turun, ia di kecewakan dengan feelingnya.
“It’s okay! Coba lagi,” ucap semangat Nora menepuk punggung Gafa.
Okay kali ini bercobaan kedua ia tidak boleh gagal. Ia tidak mau harus menanggung malu karena seluruh penjuru mengalihkan pandangannya kepada Gafa dan Nora, mau ditaruh dimana muka ia jika permainan anak kecil seperti ini gagal.
Percobaan kedua, gagal.
Percobaan ketiga, gagal.
Percobaan keempat, gagal.
Gafa menginjak-injak tanah menahan kesalnya. Tak satu dari penjuru wisatawan memberi semangat kepadanya, mungkin mereka ikut gregetan ketika menontonnya bermain.
“Minum dulu minum.” Nora memberikan botol minum air putih dan Gafa meneguknya.
Ini percobaan terakhir ia tidak boleh melesatkan boneka itu sedikit pun.
Gafa kembali membuat ancang-ancang, matanya mengindip agar ia tidak salah arah saat melepaskan kaitan hitam.
“Satu… Dua… Tiga…”
Ia melepaskannya melihat arah boneka itu terbang dan akhirnya….
Akhirnya boneka angry bird itu masuk ke dalam sarangnya. Seketika suasana menjadi ricuh karena Gafa berhasil memasukkan boneka burung kurang ajar ini masuk ke dalam sarangnya.
Nora langsung memeluk Gafa sumringah lalu mengecup pipinya sekilas. “Makasih, sayang.”
Ketika merasa kecupan yang jatuh di pipinya Gafa mematung bak seperti patung. Kemudian ia mengelus pipinya tepat di tempat Nora mengecupnya tadi dengan senyuman salah tingkah.
“Ayo! Kita ke tempat yang lain,” ajaknya menarik lengan Gafa pergi dari sana setelah mendapatkan hadiah berupa boneka angry bird.
“Kalau hadiahnya boneka-boneka juga mah sama aja bohong.”
“Tapi tadi seru banget liat kamu main. Orang lain juga liatin kamu!”
“Iya deh iya…”
Tiba-tiba saja ada yang menabrak kaki Nora dari belakang. Nora yang merasa ditabrak pun memutar balikkan badannya dan menemukan gadis kecil yang sepertinya sedang kehilangan seorang pendamping.
Nora berjongkok menyamakan tingginya dengan gadis kecil. “Kamu kesasar?” tanyanya.
Anak kecil itu mengangguk tanpa menatap Nora. Gafa yang menyadari itu ikut berjongkok di sebelah Nora.
“Nama kamu siapa cantik?”
“Na—nama aku Ginna…”
“Oh Ginna… Salam kenal ya? Kakak namanya Nora,” sapanya mengulurkan tangan.
Dilihat gadis kecil itu sepertinya ketakutan untuk membalas uluran tangan Nora. Namun, ia memberanikan diri untuk mengapainya.
“Kamu ke sini sama siapa?” tanyanya lagi dengan nada lembut agar ia tidak ketakutan.
“S—sama Om aku, Kak Nora…”
“Ginna mau ikut Kakak cari Om kamu nggak?” Anak kecil itu mengangguk.
Nora tersenyum memberikan boneka angry bird kepada Gafa agar ia yang memegangnya bisa mengendong tubuh kecil Ginna agar tidak di tabrak-tabrak oleh orang dewasa. Tempat seperti ini sangat rawan berbahaya jika membawa anak kecil, bisa saja ia di injak-injak oleh orang.
“Ginna terakhir lihat Om dimana?” kali ini Gafa bertanya.
“Di situ.” Ginna menunjuk tempat bermain boneka angry bird tadi.
“Okay, kita cari Om kamu sama-sama, ya?” Gafa mengelus-elus rambut Ginna.
“Anak orang!” sindir Nora menepuk tangan Gafa.
“Iya aku juga tau, Nora…”
Nora pergi meninggalkan Gafa untuk pergi mencari Om yang dimaksud Ginna. Gafa yang merasa Nora cemburu dengan Ginna mengangkat sudut bibirnya sambil memeluk boneka burung dan segera berlari menghampiri Nora.
“Ginna terakhir berdiri di sini sama Om?“
“Iyaa… Tapi tiba-tiba Om pergi, Om udah nggak ada lagi di belakang Ginna,” katanya dengan suara yang ingin menangis.
“Eh kita kaya keluarga cemara, ya?“ ucap Gafa yang baru saja berdiri di samping Nora.
“Diem deh, Gaf.”
“GINNA!! GINNA KAMU DIMANA?!!” suara teriakan laki-laki memanggil nama Ginna membuat atensi Ginna mencari-cari keberadaan suaranya.
“OM AKU DI SINI!!” Ginna melambaikan tangan di udara agar ia melihat keberadaanya.
“Ginna?” Laki-laki itu berlari menghampiri Ginna yang berada di gendongan seorang wanita dan setelah mendekatinya ia cukup kaget.
“Loh, Nora…?”
“Kak…”
Gafa menatap laki-laki itu dari atas sampai bawah dengan tatapan mengintimidasi. Sepertinya ia pernah melihatnya sangat tidak asing.
“Om Kenzo!”
NAH IYA! SI KENZO!
Ginna menghamburkan pelukannya ke arah Kenzo.
“Ginna keponakan kamu, Kak?”
KAMU?? Nora ngomong aku-kamu sama Kenzo? Wah gila sama gue aja dulu gue-lo.
“Iya, anak kakak aku.”
Aku? Berani banget lo ngomong aku-kamu di depan tunangannya.
“Oh…”
“Makasih ya udah nemuin Ginna.”
“Gapapa kok, emang tadi nggak sengaja ketemu aja.”
“Lain kali diawasin ya, Kak. Takutnya dia malah ketemu orang jahat.”
“Iya kok, ini tadi aku hilang mata aja.”
“Yaudah deh Kak, aku duluan ya? Dadah Ginna!” Nora melambaikan tangan ke Ginna dan menarik Gafa yang sepertinya menahan api cemburu dengan Kenzo.
“Dadah, Kak Nora! Makasih ya Kak!”
Nora tersenyum memberikan jempol dari belakang, ia ingin segera membawa Gafa menjauh dari Kenzo.
“Ginna keponakan KAMU, Kak?” sindir Gafa meledek.
“Ih! Jangan gitu dia ‘kan dulu kakak tingkat aku, jadi aku harus sopan sama dia…”
“Masa dia nyapanya kamu doang, emang dia nggak liat tunangannya ada di sebelah kamu!”
“Dia terlanjur khawatir sama Ginna kali, jadi dia nggak hirauin kamu.”
“KOK KAMU NGEBELAIN DIA SIH?!” Gafa menatap Nora sinis.
“Bukan gitu maksud ak—“
“WOII! SEMUA ORANG HARUS TAU KALAU GAFA ITU TUNANGAN NORA!!” Gafa berteriak seraya merangkul Nora dengan lengannya kencang hingga membuat Nora sesak.
Seluruh atensi mata tertuju kepada pasangan ini yang berdiri di tengah-tengah keramaian jalan. Gafa tersenyum puas, sedangkan Nora menahan malunya dengan menutup mulut Gafa ketika ia ingin berteriak lagi.
“GAFABEL TUNANGAN SEINORAA!!”
Nora mencubit perut Gafa dengan sangat keras sampai-sampa ia meringis kesakitan.
“Aa-ah IYA AAMPUNNN ISTRII!!”
“ISTRI??!!!” Nora kembali mencubit perut Gafa. Namun, yang kali ini 5x lipat lebih kencang dari yang pertama, ketika sudah merasa puas dengan Gafa yang sudah menderita dengan cubitan mautnya Nora pergi meninggalkan Gafa beranggapan seperti orang asing yang tidak mengenalinya. Ia cukup sangat malu tapi senang. Pokoknya campur aduk deh kaya perasaan cinta monyet anak SMA.
“ISTRII!! TUNGGU AKU ISTRI!!”