Gurame

“Kamu dapet ikan apa?” Nora menghampiri Gafa yang sedang memancing dengan membawa minuman untuknya.

Gafa berdiri mengambil minuman dan menenguknya sekaligus. “Ikan apa ini aku nggak tau.”

“Haus banget, Pak?” Nora tertawa melihat Gafa yang sangat kehausan kerena hawa panas siang hari ini.

“Iya gila panas bener,” keluhnya menggipas-ngipas bajunya agar angin masuk ke dalamnya.

“Abel!” panggil Gibran.

“Iya, Pah!”

“Bentar aku samperin dulu.” Gafa menepuk pundak Nora lalu berlari menghampiri Gibran yang sedang menghitung jumlah ikan yang ia dapatkan hari ini.

“Dapet berapa, Bel?” tanyanya yang masih menghitung ikan.

“Dapet 5 doang, Pah.”

“Yah masa kalah sama bapak-bapak. Papa dapet 12 nih.” Gibran menunjukan hasil pancingnya kepada Gafa.

“Ikan apa aja tuh, Pah?“ tanya Gafa penasaran mengintip ikan yang sedang di kilo kan.

“Ikan banyak, ada hiu juga,” candanya.

“Masa di danau ada hiu…”

“Iya Papa bercanda, Abel…”

Selepas itu mereka tertawa bersama. Ternyata jokes bapak-bapak masih saja sangat receh.

Kini mereka bertiga sedang memakan hidangan ikan hasil pancingan Gibran dan juga Gafa. Gafa kebanyakan memancing ikan gurame. Entahlah, dari dulu ia selalu mendapatkan ikan gurame, sepertinya sudah jodoh.

“Hubungan kalian gimana? Baik?” tanya Gibran membuka obrolan di sela makan.

“Baik-baik aja, Pah” jawab Gafa dan Nora mengangguk.

“Baguslah kalau begitu. Jaga ya hubungan kalian, jangan sampai berantem karena hal sepele. Selesaikan dengan kepala dingin,” ceramahnya memberi wejangan.

“Iya, Papa tenang aja kali, kita bukan pacarannya anak sd” ujar Nora.

“Iya Papa hanya khawatir nanti kalau kalian ada apa-apa Papa udah nggak ada.”

“Hanniel jadi dateng nggak? Bentar aku chat dulu,” ucap Nora mengalihkan topik. Ia sangat benci dengan kematian, cukup bunda saja yang meninggalknya sendirian papa jangan.

“Kalau Papa udah nggak ada kalian baik-baik, ya?”

“HALOO? Lo dimana sih kok lama banget!” Nora meninggikan suaranya lalu pergi dari meja makan restoran.

Gibran terkekeh melihat anak perempuan satu-satunya yang sifatnya sangat mirip dengan sang bunda. Gibran paham Nora tidak mau ia membahas ini, tapi sepertinya ia rasa sudah cukup waktunya di sini, ia sangat merindukan sosok istrinya.

“Papa titip Nora ya, Bel?”

Gafa mengangguk dengan senyuman kecutnya. “Panjang umur ya, Pah…”

Gibran hanya menjawabnya dengan senyuman tanpa anggukan atau gelengan kepala.

Semoga Papa nggak kenapa-napa…