Khawatir

“Pipi gue kok chubby banget..?”

“DUH!! Nggak bisa nih nggak bisa!!”

Begitulah Nora saat ini berdiri di depan cermin memproteskan porsi badannya yang sekarang. Menurut para perempuan diluar sana mempunyai badan yang kurus dan ramping adalah perempuan tercantik, terperfect, teridaman, dan ter- ter- lain sebagainya. Terlebih lagi Nora adalah seorang model yang harus tampil sempurna di depan banyak orang. Sebenarnya apa yang Dextar bilang di room chat groupnya adalah seratus persen benar.

Semenjak fitting baju pertunangan yang merasa terus longgar, ia terus diajak makan oleh Mbak Linda agar terlihat lebih berisi. Namun, sepertinya ini sudah melebihi batas yang seharusnya kata ‘berisi’ itu.

Langkah kaki Nora menuju kamar mandi untuk kembali memuntahkan isi dalam perutnya secara paksa dengan cara memasukkan telunjuknya ke dalam tenggorokannya agar makanan itu keluar semua. Padahal ia sendiri tidak memakan apapun dan hanya memuntahkan air.

HUEKK!!!

Muntahan pertama keluar Nora membersihkan closet terlebih dahulu agar orang-orang tidak tahu dengan apa yang ia lakukan sekarang. Setelah bersih Nora memasukkan kembali jemari telunjuknya ke dalam tenggorokan. Namun tiba-tiba tangannya ditarik paksa oleh pria berbadan tinggi yang berdiri di sampingnya.

“Lo mau ngapain?” tanyanya dengan intonasi dingin.

“Lepasin.” Nora menghempaskan tangan Gafa yang berusaha menghentikannya.

Sebenanrnya Gafa tidak tahu apa yang barusan ia lihat. Ia baru saja tiba di unit inap Nora dan ia menemukan Nora di kamar mandi sedang memasukkan jemarinya ke dalam mulutnya.

Nora kembali melakukan kegiatan yang tadi ia lakukan pertamanya. Ia tidak peduli dengan kehadiran Gafa yang berada di sampingnya. Nora hanya ingin mengeluarkan semua isi di dalam perutnya agar terlihat kurus seperti dulu.

HUEKKK!!

Muntahan kedua berhasil di keluarkan. Gafa shock melihat apa yang Nora barusan lakukan. Dengan rasa paniknya ia refleks memijat tengkuk leher Nora agar ia merasa lebih leluasa memuntahkan isi perutnya.

Gafa yang mulai menyadari apa yang terjadi pada Nora pun membuka suaranya, “Jangan bilang lo…”

“Nora, lo bulimia?!”

“Gaf…” lirih Nora saat merasa tubuhnya lemas dan jatuh ke dalam pelukkan Gafa sebelum matanya tertutup.

Segera Gafa mengendong tubuh kecil Nora dengan perasaan panik serta khawatir yang mulai menyerang dirinya. Tapi ia harus tetap bisa control diri untuk membawa Nora ke rumah sakit terdekat.

“Nora, lo kenapa harus ngelakuin itu…” Gafa meneteskan air matanya seraya mengusap-usap tangan Nora dengan jemari ibu jempolnya sambil menyetir mobil.