Reveal
TW // violence action TW // blood
Perempuan dengan pakaian gaun hitam cantiknya menghirup udara segar habis hujan. Sebenarnya udara saat ini sangat dingin untungnya Gafa meminjamkan jasnya sebagai blazer agar tidak kedinginan katanya. Ia sudah berjalan lumayan jauh dari kawasan rumah duka untuk sekedar mencari ketenangan sejenak.
Esok pagi Papa akan di makamkan di sebelah makam Bunda. Itu yang Abangnya ucapkan sebelum ia pergi dari sana. Hatinya masih belum bisa merelakan bahwa sang Papa kini sudah tiada. Masih sakit rasanya menerima fakta bahwa dirinya sekarang sudah tidak mempunyai orang tua. Nora memegang ujung pembatas jembatan dan berteriak sekuat mungkin untuk mengeluarkan rasa sedihnya.
“PAPA!!!! PAPA DENGER AKU KAN?!!”
“PAPA KENAPA TINGGALIN AKU!!!” teriaknya meneteskan air mata dan menghirup udara sejenak.
“AKU SAYANG BANGET SAMA PAPA!!”
“PAP—“
Seorang laki-laki datang dari belakang Nora, kemudian ia menempelkan sapu tangan di depan wajahnya sampai ia jatuh di dalam pelukannya dan dibawa pergi dari sana.
Nora membuka kedua matanya kemudian melihat di sekitarnya dan menyadari tangannya di ikat dengan tali. Kepalanya sangat terasa pening seperti di hantam ribuan batu yang jatuh di atas kepalanya. Samar-samar ia mendengar suara dua orang yang sedang adu argumen dan suara itu terdengar sangat tidak asing.
Ia melihat Thea sedang adu argumen dengan perempuan. Perempuan itu sangat tidak asing dan ia pernah melihatnya waktu itu, tapi ia melupakan namanya.
“Iya, tapi nggak sampai segila ini lo culik Nora!” bentak Thea mendorong pundak Cassa.
“Lo kalau nggak setuju sama gue. Lo mati aja bareng itu cewek! Bangsat!” Cassa mendorong pundak Thea sampai tersungkur di depan Nora.
“Thea…” panggilnya lirih.
“Nora? Nora lo gapapa kan?” Thea panik mengecheck seluruh badan Nora untuk memastikannya bahwa ia baik-baik saja.
“Gue gapapa kok…. Tapi lo—“ Nora menyadari ada luka darah di dahi Thea yang lumayan besar.
“Gue gapapa,” jawabnya cepat.
Cassa tertawa sarkas di depan mereka berdua kemudian bertepuk tangan. “Hahaha, sekarang ada dua sahabat yang sama-sama lagi khawatir,” ucapnya berjalan mendekat ke arahnya.
“Maksud lo apa culik gue kaya gini?” tanya Nora menatap Cassa tajam.
“Lo nanya?”
“Gue mau buat lo pergi jauh dari Gafa,” bisik Cassa di telinga Nora seraya menarik rambutnya kencang sampai Nora merintih kesakitan.
“Brengsek,” sarkas Nora menatap Cassa yang baru saja menjambaknya.
“Minggir lo!” Cassa menendang kaki Thea yang berada di depan Nora.
Thea bangkit dari duduknya dan berdiri merapihkan dirinya.
“Sedih ya di tinggal papa lo?” tanyanya meledek di depan wajah Nora.
Nora terpancing emosi saat Cassa menyebut nama sang Papa yang baru saja meninggalkannya dan berusaha melepaskan ikatan tali menggunakan tangannya.
“Makanya jangan deket-deket sama Gafa, kena kan sialnya ke lo,” katanya dengan kekehan di akhir.
Nora sudah tidak bisa menahan emosinya pun menjedotkan kepalanya ke wajah Cassa keras sampai-sampai sang puan kesakitan.
“Wah… CEWEK GILA!!”
Plakk
Cassa menampar pipi Nora keras menggunakan tangan kanannya. Hingga meninggalkan bekas merah di pipi tirusnya, Nora seketika tercengang kemudian meneteskan air mata karena tamparan tersebut mengenakan matanya. Thea hanya bisa memandangi Nora dengan rasa khawatirnya, ia tidak bisa melakukan apa-apa untuk Nora.
“Gue tau lo lemah, jangan coba-coba lawan gue makanya.” Cassa mengeluarkan pisau kecilnya dari kantong celana dan mendekat kembali di hadapan Nora.
Cassa menarik sudut bibirnya memandangi kaki putih bersih Nora yang terpapang jelas. “Kaki lo kalau gue gores pake pisau ini nggak ngaruh kan ke pekerjaan lo?”
“Jangan coba-coba,” ucap Nora penuh menekanan masih dengan menatap Cassa tajam walaupun rambut berantakan menghalanginya.
“Larangan adalah perintah. So..? Gimana kalau gue gores aja? Hahaha.” Cassa mendekatkan pisau miliknya ke arah kaki Nora.
Nora menendang tangan Cassa yang hampir saja menggores kakinya sehingga membuat ia kesakitan karena pisau tersebut malah menggores telapak tangannya dan pisau itu terpental jauh.
“THEA!!” teriak Nora menyuruh Thea untuk membantunya membukakan ikatan tali. Thea awalnya ragu-ragu untuk menghampiri Nora, tapi Nora mengangguk menyakinkannya untuk membantunya.
Thea segera membantu Nora melepaskan ikatan tali tersebut dan ikatan berhasil terbuka. Nora merobek gaun cantiknya, kemudian berlari ketika Cassa bangkit dari tersungkurnya untuk mengambil pisau itu kembali. Namun, ia kalah cepat dengan Nora, Nora menendang pisau itu jauh ke ujung gudang. Cassa yang sudah terpancing emosi menendang perut Nora sangat keras sampai menimbulkan bunyi.
Nora terjatuh merintih kesakitan memegang perutnya yang habis di tendang. Cassa berlari untuk mengambil pisau itu, tapi Nora menjambak rambutnya dari belakang, sehingga membuatnya tidak bisa berlari. Cassa juga menarik rambut Nora hingga rambutnya rontok banyak. Namun, rontokan rambut Cassa lebih banyak karena ia menjambaknya lebih kencang.
“THEAA! AMBIL PISAUNYA!” pinta Nora berteriak sekuat mungkin alih-alih menahan rasa sakit kepalanya yang rasanya seperti mau copot.
“Lo ambil pisau itu, lo mati,” ucap Cassa yang memberhentikan langkah Thea.
“NGGAK! LO NGGAK AKAN MATI! AMBIL AJA PISAUNYA CEPET!”
“THEA BADJINGAN!!”
Thea tetap berjalan mengambil pisau tajam yang sudah berlumuran darah. Ia memungutnya dengan tangan yang bergemetar ketakutan.
“Bawa ke sini,” pinta Nora sekali lagi.
“GILA! LO MAU NGEBUNUH GUE?” bentak Cassa menarik rambut Nora lebih kencang sekarang.
“Lo aja bisa bunuh papa gue, masa gue bunuh lo aja nggak bisa?” sarkas Nora tersenyum kecut.
Thea yang sudah berada di belakang Nora ragu-ragu untuk memberikannya pisau.
Nora melepaskan jambakan lalu mendorong pundak Cassa agar ia menjauh. Nora mengambil pisau tersebut dari Thea dan Cassa tidak mau kalah, ia mengeluarkan suntikan penghenti kerja jantung dari dokter keluarganya dulu.
Cassa maju lebih dahulu dan siap ancang-ancang ingin menyuntik di leher Nora. Namun, tiba-tiba saja seseorang datang.
“NORA! AWAS!!”
Terlambat. Cassa sudah menyuntiknya lebih dulu dan ia terjatuh tersungkur lemas di lantai yang kotor. Sedangkan Cassa mematung menjatuhkan suntikannya setelah mendengar suara itu.
Gafa berlari menghampiri Nora, menaruh kepalanya di pahanya. Menepuk-nepuk pipi Nora agar ia sadar sedetik pun.
“Nora?! Nora kamu denger aku?!!” ucap Gafa panik menepuk-nepuk pipi Nora pelan.
Keamanan sudah memborgol tangan Cassa dan membawanya pergi dari sana bersama Jake dan suruhannya.
Gafa yang sudah kepalang panik segera mengendong Nora, membawanya keluar diikuti Thea di belakangnya.
“Gafa…” lirih Nora menahan rasa sakit di sekujur badannya menatap wajah Gafa yang sangat panik. Walaupun pandangannya sedikit kabur tapi ia bisa melihatnya dengan jelas.
“Nora, bertahan sedikit lagi…”
“Makasih, ya?” ucap Nora dengan suara samar-samar sebelum ia mempejamkan matanya kembali.