Nongki.

Setelah menyelesaikan rapat pertemuan bersama beberapa orang-orang yang Ia sendiri tidak tahu apa yang mereka omongan dari-tadi. Gafa hanya menangkap kalimat, yaitu bahwa dirinya akan melakukan podcast bersama Nora lusa, pantesan saja mananger dari Nora datang hari ini.

Dengan kecepatan sedang, Gafa menginjak pedal mobil sport kesayangannya yang berwarna hitam pekat edisi keluaran terbaru. Sebenarnya pemuda itu sengaja mengendarai mobil sportnya untuk menyehatkan body dari mobil tersebut, pasalnya mobil itu lah yang jarang sekali Ia pakai untuk sehari-hari. Mengingat padat macetnya ibukota yang sangat tidak memungkinkan untuk digunakan sehari-hari, bisa terbakar hangus Ia bersama mobil kesayangannya nanti.

Hanya membutuhkan waktu 15 menit. Gafa turun dari mobil yang terbuka ke atas, dengan outfit berwarna hitam yang ditambahkan dengan jaket levis yang senada dan kacamata hitam, serta topi yang menutupi wajahnya sempurna.

Seluruh penjuru kafe menatapnya dengan tatapan kagum sekaligus heran, mengapa ada seorang berpakaian sangat tertutup saat ke kafe? Hanya seorang Gafabel Halingga. Dengan langkah besar, Gafa menghampiri teman-teman rekan kerjanya yang sudah sampai lebih dulu. Saat tiba dimeja tempat biasanya mereka duduk, Gafa menyapanya dengan ciri khas anak muda zaman sekarang, yaitu tos tinju sebagai tanda pertemanan. Katanya sih gitu.

“Pesen minuman dulu sana,” suruh Thea kepada Gafa. Mengingat Ia hanya baru memesan minuman untuk ketiga temannya.

“Iya nanti deh, nafas dulu gue.”

Bevan yang sedang fokus bermain game dihandphonenya bersama Erick teralihkan. “Kenapa lo? Sakit?” tanyanya dengan kekehan.

Gafa menggelengkan kepala, “Nggak, pusing gue jadwal bakal padet.”

“Dibawa santai aja kali, Gaf. Anggap aja lagi mandi bola.” Erick si paling tertua membuka suara untuk memberi semangat.

“Kalo mandi duit mah gapapa, Bang. Asal jangan mandi bola.”

“Yeh! Kalo gitu gue juga mau kali!” seru Thea dari bangku sebrang.

Mereka berempat tertawa bersama dan bertukar pertanyaan tentang bagaimana dengan pekerjaan masing-masing, apakah berjalan lancar atau tidak. Dan berlanjut sampai tahap membahas tentang hantu-hantu yang ada digedung kantor, tentu saja yang membawa pembahasan tersebut adalah Thea.

“Tapi serius, gue liat ada yang terbang nggak nampak kakinya, cewe lagi.” Thea masih berusaha mendeskripsikan apa yang Ia lihat semalam saat pulang dari studio.

“Ah, ngantuk kali lo itu salah liat,” sangkal Bevan yang masih belum percaya dengan yang Thea jelaskan.

“Tapi katanya bang Aji lorong disitu emang agak horror sih.” Gafa menambah-nambahkan cerita yang Thea ceritakan. Padahal Ia hanya mengarang.

“Gue sering lewat situ kok, tapi nggak ada apa-apa,” ucap Erick.

“Coba sesekali liatin sekitarnya, Bang. Siapa tau ada hal-hal mistis apa yang sering gue liat.”

“Kebanyakan nonton on the spot setiap malem juma’t nih si Thea, jadi anak indigo ‘kan,” ujar Bevan yang masih tidak percaya dengan apa yang Thea bicarakan.

“Hish! Gue serius anjir.” Thea berdecak kesal karena tidak ada satupun temannya yang mempercayai ceritanya, kecuali Gafa.

Memang Thea selalu membahas hal-hal seperti goib atau mistis, apartemen miliknya saja dibilang sarang hantu. Tetapi Gafa tetap memegang prinsip bahwa apartemen-Nya adalah tempat suci, walaupun sebenarnya Ia 60% percaya dan 40% tidak percaya dengan apa yang Thea bilang.

Gafa tertawa lalu meneguk akhir minuman miliknya yang sudah Ia pesan tadi. Dengan sepersekian detik minuman itu tersembur keluar dari mulutnya akibat tepukan keras dipahanya yang buat oleh Bevan.

“Gaf! Gaf! Liat itu deh, Nora bukan sih?” Bevan menepuk paha Gafa kencang sambil menunjuk-nunjuk perempuan berambut panjang dengan bentuk tubuh ramping dan tinggi, terlihat seperti Seinora.

Gafa mengusap mulutnya dengan ujung lengan jaketnya, lalu mengikuti arah pandang yang Bevan tunjuk. Ia lihati sampai bayang-bayang punggung dari gadis itu tidak lagi terlihat.

“Benerkan gue!” seru Bevan.

Gafa masih terdiam mencoba melihat Nora dari tempat duduknya.

“Siapa sih?” tanya Erick penasaran sambil melihat apa yang kedua pemuda itu lihat tadi.

Thea ikut menimbrung. “Siapa siapa?”

“Itu si Nora tadi gue liat,” jawab Bevan.

Erick ber-oh ria dan mengangguk paham dengan situasi sekarang. Sedangkan Thea berdehem seraya menggoda teman-Nya itu.

“Yakali nggak disusul, Gaf,” ujar Thea tertawa kecil.

“Gila kali! Mati gue abis itu.”

“HAHAHAHAHA.”