Meet Again?

Seluruh keluarga sudah berkumpul di meja makan milik keluarga Matwous. Keluarga Halingga yang datang hanya Ayah dan Mama dari Gafa, serta Geral yang sudah terlelap di kamar Nora. Jangan tanya kan kenapa Aleyyah tidak ikut ke sini. Tujuan anak gadis muda itu ikut ke Jakarta adalah bertemu dengan teman-teman lamanya.

Suasana malam ini begitu mewah dan berbahagia tentunya bagi orang tua dari Gafa maupun Nora. Tapi tidak untuk anak dari mereka.

Gafa dan Nora duduk berhadapan memakan hidangan sajian yang sudah di masak oleh para ART di rumah ini. Keduanya sama-sama canggung dan sering berkontak mata tanpa mengobrol sama sekali.

Uhukk!

“Ngobrol dong ngobrol,” ledek Jake melirik Gafa dan Nora bergantian terkekeh kecil.

Nora menatap Jake dengan tatapan tajamnya, mengisyaratkannya untuk tidak membuka suara.

“Gimana kalian? Sudah menentukan tanggal yang baik?” ujar Gibran kepada Gafa dan Nora.

Mereka berdua tidak menjawab pertanyaan dari Gibran, mereka hanya sibuk dengan pikiran masing-masing.

Gilang tertawa canggung, “Secepatnya mungkin ya, Gib? Hahaha.”

“Secepatnya dong! Hahaha!”

Jake ikut tertawa dan di ikuti juga dengan Hanniel.

Nora yang sudah tidak tahan untuk mendengar ocehan dari orang tua itu pun menaruh sendok berserta garpu dan bangkit dari kursi. “Nora izin cari kebelakang.”

“Oh ya sudah. Temenin sana, Gaf,” suruh Sarah kepada sang anak.

“Aku?” ucap Gafa tanpa bersuara, Sarah menjawabnya dengan anggukan.

Gafa hanya bisa menuruti kemauan mama nya dan kemudian Gafa izin pamit ikut menyusuli Nora.

Di cari-carinya Nora ke seluruh ruangan yang ada di rumah besar ini. Namun, Ia belum menemukannya sama sekali. Gafa memperhatikan perkarangan rumah dari keluarga Nora ini, menurut Gafa sepertinya Nora bukan orang biasa. Melainkan seperti orang-orang konglomerat yang hidup dengan gaya sederhana.

Mata pria tersebut tertuju dengan foto Nora kecil yang sedang memeluk seorang wanita paruh baya dengan erat. Ia hendak memegang bingkai foto itu. Namun, sudah terdahulu dengan tangan panjang dari seorang gadis.

“Kenapa?” tanyanya.

“Oh nggak. Gue disuruh temenin lo,” jawab Gafa canggung melirik ke arah yang lain.

Nora pergi meninggalkan Gafa dengan membawa bingkai foto tersebut.

“Eh, tungguin Nor!!” Gafa berlari menghampiri Nora yang sudah berjalan jauh di depannya tanpa menghiraukan yag dibelakang.

Kini mereka duduk di halaman taman belakang yang penuh dengan berbagai macam tumbuhan dan bunga yang membuat udara disana semakin sejuk. Gafa dan Nora hanya memandangi bintang-bintang dari sini yang terlihat begitu bersinar bersama sang bulan.

Mungkin dengan begini mereka bisa bertukar sama-sama nyaman menikmati angin malam sambil melihat bintang.

“Ada bintang jatuh tuh Nor! Wish dulu wish,” ujar Gafa seraya mengengam kedua tangannya erat-erat dan menutup matanya.

Nora tersenyum menatap Gafa yang berdoa dengan begitu serius. Pada akhirnya ia ikut berdoa meminta kelancaran untuk kedepannya bagi hidup Nora dan Gafa yang mungkin saja nanti bisa bersatu karena orang tua dari mereka.

Gafa membuka matanya setelah selesai meminta kemauannya, lalu memasang mata pada Nora yang masih dengan mata yang tertutup dan tangan yang mengengam erat-erat. Gafa sangat bersyukur bisa duduk berdua seperti ini sekarang dan mungkin selanjutnya bisa seperti ini lagi? Mungkin saja.

“Kalian! Ayo makan kue buatan Mama!” seru Sarah memanggil Gafa dan Nora yang sedang duduk berdua di taman.

“Mama buat kue enak loh! Ayo cobain!!” sambungnya yang masih memakai celemek untuk memasak.

Gafa melirik kebelakang lalu berteriak, “Iya Mah! Nanti kita ke sana!”

“Okay, Mama tunggu!”

Gafa dan Nora tertawa bersama melihat Sarah yang begitu bersemangat menyuruhnya untuk mencobai kue buatan miliknya.