Kucing Nyasar.

Gadis dengan rambut ikat acak dan setelan pakaian tidur beserta cardingan pink kesayangannya bergegas membuka pin pintu apart tetangganya, yaitu Gafabel Halingga.

Setelah pintu berhasil dibuka Ia memegang gagang pintu itu dengan ragu. “Ini serius dia ngasih pin apartnya ke gue secara cuma-cuma? Ah! Nggak tau lah suka-suka dia.” Akhirnya dengan perasaan ragu sekaligus takut Nora membuka pintu tersebut lalu memanggil nama Gafa.

“Gafa? Ini gue masuk ya,” ucap Nora dengan nada sedikit berteriak. Namun, tidak ada balasan.

“Oh iya, ruang musik ‘kan kedap suara…” Nora yang baru menyadari hal itu, lalu segera mencari keberadaan sang kucing.

“Mana sih kucingnya, katanya diruang tengah.”

“Meong…. Meong….”

“Duh…. Harus dipancing whiskas nggak sih ini.” Nora terus menelusuri ruang tengah dan berbicara dengan dirinya sendiri untuk mengurangi rasa takut.

“Oh! Ini dia,” celetuk Nora saat menemukan kucing putih dengan bulu tebal terlihat seperti kucing anggora yang menyendiri dipojokan.

Segera gadis itu mengambil kucing putih dan memeluknya gemas. “Kayanya dia haus deh, Gafa dimana ya.”

Nora sudah mengetuk seluruh ruangan tapi tidak ada balasan dari dalam. Tersisa ruangan yang dipojok dekat dengan kucing itu tadi menyendiri, Nora mengetuk pintu berwarna hitam pelan.

“Gaf? Lo ada di dalem ‘kan?” ujar Nora.

Gafa yang mendengar ketukan pintu dari luar membuka sedikit celah pintu. “Udah diambil belum, Nor?” tanya pria tersebut.

“Iya, udah.”

Pintu terbuka lebar menampak ‘kan wajah tegas dan proporsi tubuh tinggi dari seorang Gafa. Terlihat dibelakang pria itu ada banyak alat musik yang tertata rapih.

“Nih kucingnya.” Nora menempatkan kucing tersebut di depan wajah Gafa. Gafa yang alergi dengan bulu kucing otomatis mundur, menjauh dari kucing tersebut.

“Oh, sorry sorry gue lupa,” ucap Nora canggung.

“Gapapa santai.” Gafa tertawa canggung sambil mengaruk hidungnya yang gatal.

“Lo ada air nggak? Ini kucingnya haus butuh minum.”

“Ada ada, sebentar gue ambil.”

Nora mengikuti Gafa dari belakang masih setia dengan mengendong kucing putih. Ia melihat beberapa rangkaian saat Gafa menyiapkan air untuk seekor kucing yang kehausan. “Padahal cuma mengambil air ngapain gue harus perhatiin dia.” Batin Nora.

“Ini airnya. Hatcho..!” Gafa tidak sengaja bersin di depan wajah Nora saat menaruh air di meja konter dapur.

“Eh, sorry sorry nggak sengaja,” lirih Gafa menahan malu di dalam dirinya. Untung tidak ada sebuah ingus yang keluar dari hidungnya, kalau ada lebih malu lagi.

Nora yang kaget menutup matanya lalu mengusap wajahnya dengan tissue yang berada di meja.

“Lo sakit?” tanya gadis yang di depannya melihat hidung Gafa yang memerah dan mata berair.

“Nggak, cuma gatel aja,” jawabnya santai.

“Serius nih?”

“Iya, Nora.”

Nora mengangguk pasrah dan melihat kucing sedang minum dengan sangat kehausan. “Pelan-pelan nggak ada yang mau minum air punya kamu,” ujar Nora tersenyum dan mengelus-elus bulu tebalnya.

Gafa yang mendengar ucapan Nora barusan tersenyum salah tingkah. Padahal gadis itu berbicara dengan kucing bukan dengan dirinya.

“Lo suka kucing, Nor?”

“Suka, dulu gue melihara waktu kecil tapi mati. Gara-gara salah kasih makan.”

“Emang lo kasih makan apa?”

“Kasih makan singkong rebus,” jawab Nora santai tidak ada rasa bersalah.

Gafa tertawa kecil saat mendengar jawaban dari Nora yang terlihat tidak masuk akal. Nora ikut tertawa, Ia sendiri pun juga bingung kenapa dirinya mengasih makanan kucing sama dengan apa yang dulu Papahnya makan saat pagi hari. Mungkin Ia pikir selera kucing sama dengan selera manusia.

“Itu mau dibuang keluar atau gimana?” tanya Gafa yang berdiri tak jauh dari Nora.

“Kayanya ada yang punya deh, ada kalung dileher kucingnya,” jawabnya dengan pandangan yang masih fokus ke kucing.

“Mau dibawa kebawah sekarang?”

“Besok aja deh, ini gue bawa ke apart gue dulu.” Nora bergegas mengendong kucing itu kembali dan bersiap untuk pamit keluar.

“Tunggu sebentar.”

Nora menoleh ke arah Gafa. Melihat pria tersebut membuka lemari pendingin terlihat sedang mencari sesuatu.

“Nih, sebagai tanda terima kasih,” ucap Gafa mengasih sebuah coklat silverqueen yang berukuran sedang rasa almond.

Nora menerima pemberian dari Gafa, lalu mengangkat coklat itu dengan tangan kanan dan tersenyum. “Thanks, ya.”

Gafa mengangguk dan mengantarkan Nora ke depan pintu untuk berpamitan. Sempat jaga jarak untuk menghindar dengan bulu tebal dari si kucing itu.

“Alergi lo serius nggak kambuh?” tanya gadis itu lagi.

“Nggak, ini nanti gue langsung bersih-bersih kok. Besok juga ada podcast bareng lo masa gue sakit,” jawab Gafa. Padahal Ia sedari-tadi menahan rasa gatal hidungnya agar tidak bersin lagi di depan Nora.

Nora menghela nafasnya pasrah dan menyakini dirinya kalau Gafa tidak akan sakit, lalu berpamitan untuk pulang. “Gue balik, ya? See you tomorrow di podcast,” pamit Nora.

See you.” Gafa berdadah-dadah ria di depan Nora dan kucing putih.