Kafetaria

Suasana menjadi canggung setelah mengetahui bahwa sepasang patner kerja kini yang ingin dijodohkan oleh keluarga masing-masing. Kini hanya ada suara garpu dan sendok yang saling beradu. Gafa dan Nora memakan makanan dengan tenang tanpa obrolan sama sekali.

Merasa tenggorokan serat Nora ingin mengambil minumannya untuk diminum. Namun, tangan ia cukup gemetar dan dingin. Nora sangat tidak ingin terlihat gugup di depan Gafa.

Dengan perasaan nekatnya Nora memegang gelas minum rasa jeruk dengan tangan yang bergemetar. Saat sudah ingin sampai di depan mulut Gafa menatap Nora dan berakhir minuman itu tumpah membasahi dress cantiknya.

Sial, kenapa harus jatuh.

Nora mengambil tissue sebanyak mungkin untuk membersihkan dressnya.

“Eh, sorry-sorry.” Gafa berdiri seraya melepaskan jas hitamnya dan mengasihkannya kepada Nora untuk menutupi dressnya yang basah.

Nora menatap Gafa dan jas ditangannya secara bergantian. Lalu mengambilnya dari tangan Gafa.

“Gue izin ke kamar mandi dulu,” ucap Nora lalu pergi setelah mendapat jawaban anggukan dari Gafa.

Gafa terkekeh membayangkan sikap Nora yang terbilang jauh berbeda saat berkerja dan dengan berdua hanya dengannya, seperti tadi. Nora sangat terlihat gugup, Gafa dapat melihatnya dengan jelas.

“Lucu,” ucapan yang secara tiba-tiba keluar dari mulut Gafa.

“Eh, apaan sih.” Gafa menepuk pipinya agar sadar. Bahwa, ia masih bersama dengan Nora. Ia harus menjaga ekspresi wajah.

Nora berjalan menghampiri Gafa setelah membersihkan dressnya yang ketumpahan minumannya sendiri, lalu mengembalikannya jas kepada sang pemilik.

“Udah selesai?”

“Udah.”

“Mau langsung pulang?”

“Boleh.”

Gafa lagi-lagi terkekeh mendengar Nora yang menjawab pertanyaannya seadanya. Gafa mendorong tangan Nora yang masih menyodorkan jas miliknya.

“Pake aja udara malem dingin.”

Gafa bangkit dari duduknya lalu berdiri disamping Nora. “Jangan gugup gitu dong, Nor,” ucap Gafa berbisik ditelinga Nora.

Seketika Nora membatu wajahnya sudah mulai merah padam seperti buah tomat.