Disidang sama Ayah.
Setelah selesai membersihkan diri sehabis bermain hujan-hujanan bersama Jergas. Salsa turun menghampiri sang kekasih yang baru resmi beberapa jam yang lalu.
“Kok udah bersih, Jer?” tanya Salsa saat melihat kepingan vas yang hancur sudah tidak ada.
“Udah gua bersihin tadi,” jawabnya.
“Kenapa ngga bersihin bareng-bareng?”
“Bahaya, Sal. Kena tangan lo nanti berdarah.”
“Lebay ah,” ujar Salsa lalu duduk di sebelah Jergas.
Mereka menghabiskan indomie goreng dengan menonton film dari layar TV yang ada di ruang keluarga. Tiba-tiba handphone milik Salsa bergetar dan menampilkan nama.
Ayah is calling
Salsa segera mengangkat panggilan Video Call tersebut dan melambaikan tangan ke kamera.
“*Selamat malam, Putriku,” sapa Ayah dengan tangan yang berada disamping dahi seraya hormat.
Salsa terkekeh dan mengikuti gerak sang Ayah, “Selamat malam, Ayah.”
Jergas yang mendengar kata Ayah pun keringat dingin, mengingat kata Harsan kalau Ayah Salsa adalah seorang TNI yang terbilang orang penting.
“*Ayah dengar kamu lagi di puncak, ya?” tanya Ayah melihat yang ada disekitar Salsa.
“Iya, Yah. Aku pulang besok pagi kok.”
Ayah mengangguk paham, “Disana ada siapa saja?” tanyanya.
“Aku lagi sama Jergas, Yah. Kalo Harsan sama Wawa lagi keluar sebentar,” jawab Salsa tanpa ragu.
“Siapa Jergas, Nak? Ayah baru mendengar namanya, temen baru kamu?”
“Temen.”
“Pacarnya, Om.”
Salsa dan Jergas saling tukar pandang. Salsa dengen ekspresi yang terkejut. sedangkan Jergas hanya cengegesan.
Salsa menelan salivanya kasar lalu kembali menatap Ayah yang ada di kamera.
“Jadi teman atau pacar nih?” tanyanya sekali lagi.
“Pacar, Yah.”
“Temen, Om.”
Suara tawa Ayah terdengar dari panggilan Video Call tersebut membuat keduanya sangat panik.
“Coba mana yang namanya Jergas, Ayah pengen lihat.”
Salsa menatap Jergas seraya menyuruhnya untuk duduk berdekatan agar wajah Jergas terlihat.
“Hai, Om. Selamat malam,” sapa Jergas dengan senyuman ramah.
“Selamat malam, Nak Je—?”
“Jergas, Om. Jergas Safiktra,” jelas Jergas dengan nada gugup.
Salsa yang disebelahnya menahan ketawa melihat Jergas begitu tegang berbicara dengan sang Ayah.
“Nah, Nak Jergas saya mau bertanya boleh?”
“Siap! Boleh, Om. Tanya saja nanti saya jawab semaksimal mungkin.”
Salsa tertawa mencubit pinggang Jergas, “Biasa aja kali, Jer,” ujar Salsa.
Jergas menanggapinya dengan tawa kecil karena ia harus menjaga image di depan sang calon mertua.
“Benar kamu pacar putri saya?” tanya Ayah dengan nada tegas.
“Siap! Benar, Om.”
“Kamu bisa menjaga perasaan putri saya?”
“Siap! Bisa, Om. Hanya ada Salsa di dalam hati saya.
Salsa yang berada disebelah Jergas hanya tersenyum-senyum mendengar cara Jergas menjawab pertanyaan dari Ayah.
“Kamu siap bersedia menemani putri saya disaat ia kesulitan dan tidak ada saya disana?”
“Siap! Bersedia, Om.” jawab Jergas sekali lagi.
“Oke cukup, saya pegang omongan kamu. Sekarang saya akan bertanya soal kenegaraan.”
Jergas menatap Salsa memberi sinyal apa yang akan ditanya oleh sang calon mertua.
“Jawab aja, sebisa lo,” kata Salsa tanpa suara menjauh dari kamera agar tidak terlihat oleh Ayah.
“Boleh saya tanya, Nak?” tanyanya memastikan.
“Eh, tanya aja om. Hehehe,” ucap Jergas gugup.
Ayah tersenyum, “Apakah kamu setuju dengan ideologi komunis?”
Jergas menelan saliva kasar, ia tahu jawabannya. Namun, takut jika ia salah dan hanya mempermalukan dirinya.
“Bisa dijawab, Nak?”
Salsa yang merasa Jergas takut untuk menjawab pertanyaan pun mengambil alih handphone miliknya. “Ayah udah ada hubungi bunda belum? Kok aku ngga dichat ya sama bunda.”
“Siniin, Sal. Aku mau jawab,” ujar Jergas tegas.
Salsa yang mendengar nada bicara Jergas hanya pasrah dan kembali mengasih handphonenya ke Jergas.
“Sudah tahu jawabannya?”
Jergas mengangguk, “Saya tidak setuju dan menolak keras ideologi komunis, karena itu sangat bertentangan dengan dasar negara dan ideologi negara,” jawab Jergas percaya diri.
Ayah mengernyitkan dahi seraya berpikir setelah mendengar jawaban dari Jergas. Jergas yang melihat ekspresi Ayah Salsa langsung mendundukkan kepala, pasti ia salah menjawab pertanyaan ini.
Salsa mengelus-elus tangan Jergas dari kolong meja agar Jergas lebih sedikit tenang disaat Ayah akan menjawab itu benar atau tidak.
“Kamu serius dengan jawaban kamu?”
Jergas menelan saliva gugup, “I-Iya, Om.”
Ayah tersenyum dan bertepuk tangan. Kaget dengan ekspresi Ayah yang tiba-tiba berubah, membuat Jergas tersenyum dan berasa jawaban dia pasti benar.
“Benar, dua jempol buat kamu, Nak,” ucap Ayah.
“Kirain saya salah, Om,” kata Jergas dengan senyumannya.
“Tidak, jawaban kamu sudah tepat.”
“Jergas udah ketakutan juga ini,” adu Salsa ke Ayah.
“Bohong, Om. Mana ada saya ketakutan,” sangkal Jergas cepat.
Ayah tertawa melihat dua remaja di depannya ini berinteraksi satu sama lain.
Tin, tin
Suara mobil milik Jergas membuat keduanya melihat ke arah sumber suara, yang sudah pasti itu Harsan dan Wawa yang sudab kembali.
“Malam dua sejoli, saya datang membawakan makanan,” Suara itu yang sudah pasti si Harsan yang datang dari pintu depan dengan 2 box pizza di tangannya.
Harsan dan Wawa menghampiri keduanya yang berasa di ruang keluarga. Jergas dan Salsa hanga berdiam diri mengingat kejadian vas yang pecah tadi.
“Lagi Video Call sama siapa?” tanya Harsan duduk dibelakang antara mereka.
“*Harsan! Darimana saja kamu baru pulang jam segini,” tegur Ayah dari telpon.
“Waduh Om, Ketemu temen lama tadi sekalian beli makan,” jawabnya.
Ayah mengangguk paham, “Kamu sama Jergas mau saya kasih pertanyaan lagi tidak?”
“Jergas udah dikasih pertanyaan duluan tadi, Om?”
“Udah tadi, bisa menjawab kok dia.”
“Widih, lolos dong berarti?” canda Harsan menepuk pundak Jergas dari belakang.
“Lolos, gimana mau tidak?”
“Lanjut nanti, Yah. Mau makan dulu ini,” sangkal Salsa agar tidak diperpanjang soal-soal dari Ayah.
“Oh iya sudah malam, ya sudah kalian lanjut dulu, jangan lupa istirahat.”
“Iya, dadah Ayah.”
“Dadah, Om. Ditunggu pertanyaan selanjutnya nanti,” kata Jergas melambaikan tangan ke kamera.
“Siap, ditunggu ya!”
Panggilan dimatikan oleh Ayah dan akhirnya Jergas dapat menghela nafasnya berat.
“Tegang amat, abis diapain lu, Jer?” tanya Wawa yang dari dapur membawa gelas air.
“Di sidang sama Ayah, Wa,” ujar Salsa tertawa melihat Jergas bersandar di pundaknya.
“Loh? Emang ngapain sampe disidang gitu?” tanya Harsan.
“Gua pacaran sama Salsa, makanya disidang,” jawab Jergas dengan nada lemas.
“HAH??!!”
“HAH??!! YANG BENER LO?”
Sudah pasti mereka akan kaget mendengar ini, siapa juga yang tidak kaget? Baru ditinggal keluar udah jadian aja.
“Kapan jadiannya anjir?” tanya Harsan.
“Emm kapan ya? Dua jam yang lalu deh,” kata Salsa.
“Akhirnya Salsa udah ngga jadi secret admirer Jergas lagi,” ujar Wawa.
“Diem deh.”
Mereka merayakan hari jadian Jergas dan Salsa dengan memakan pizza yang dibawa Harsan pulang. Namun, sepertinya ini bukan waktu yang pas untuk mengasih tahu perihal vas yang pecah itu.